Senin, 24 November 2008

DI BALIK GLAMOURITAS

Sebuah perjuangan tanpa disertai dengan usaha yang gigih dan keras dapat diyakini tidak akan menghasilkan sebuah harapan sebagai yang dicita-citakan sebelumnya. Dunia glamouritas remaja dan pelajar dewasa ini tampaknya serba menuntut kebebasan. Sayangnya kebebasan ini tidak disertai dengan kedewasaan berpikir yang bertanggung jawab, walaupun itu hanya terhadap dirinya sendiri. Tapi di antara kebrengsekan dan keterpurukan moral yang menggejala di antara kehidupan remaja saat ini harus diakui bahwa sebenarnya terdapat banyak kelebihan yang dimiliki mereka. Kebobrokan dan kelebihan inilah yang sengaja dimunculkan oleh Hanung Bramantyo untuk memberikan imbangan terhadap kritik moral yang senantiasa ditujukan kepada para remaja dan pelajar dewasa ini.
Persabahatan dengan berbagai bentuk dan versi sering kita jumpai pada kehidupan remaja dan pelajar masa kini. Apapun bentuknya sudah seharusnya kita menghargai segala model dan kreativitas serta bentuk persahabatan mereka. Kisah tentang tiga orang sahabat Agni, Arian, Alde yang berusaha memunculkan eksistensi diri mereka harus banyak mengalami tantangan yang hampir membuat persabahatan mereka berantakan. Mereka tiga orang siswa sebuah SMA yang dianggap pecundang “CUPU” di sekolahnya. Mereka bertekad membuktikan eksistensi dan kualitas diri mereka dengan membuat film documenter sekolah. Film inilah yang mengubah nasib mereka menjadi “Pahlawan Sekolah” merekapun dielu-elukan oleh siswa lainnya. Dari mereka pulalah ternyata diketahui bahwa yang bobrok itu bukan para remaja dan pelajar sebagaimana yang dianggap banyak orang melainkan justru pihak orang dewasalah yang memiliki kebobrokan tingkat parah yang tersembunyi rapi. Sebuah harapan yang bisa kita munculkan dari film ini adalah keadilan dari orang dewasa untuk bersikap pada para remaja dan pelajar saat ini. Seharusnya ada kesadaran bahwa situasi dan kondisi sekarang berbeda dengan dahulu. Inilah yang membedakan antara generasi dahulu dan sekarang. Tapi disadari atau tidak sebenarnya antara dahulu dan sekarang tidak terlalu jauh berbeda, hanya masalah bentuk dan versi saja yang membedakannya. Justru dari para remaja dan pelajar inilah diketahui bagaimana kecurangan seorang pimpinan sekolah.
Kelihaian Hanung dalam hal ‘casting’ menjadikan film ini benar-benar mampu membuat penonton terpenuhi dan terbuai oleh sebuah ‘foreshadowing’ dan angan yang membumbung tinggi. Dengan kesempurnaan teknik penggarapannya Hanung berhasil menciptakan penggambaran dan visualisasi yang memikat. Hampir semua adegan mendapatkan perhatian sempurna dari Hanung, sehingga seakan tidak ada sedikit pun celah yang bisa membuat kita merasa bosan untuk mengikuti kelanjutan dari kisahan ini. Penggarapan setting psikis dalam film ini tampak benar-benar mendapatkan tempat yang lumayan menarik bagi penonton. Soundtrack dan background musik yang mengalun lembut, keras, dan penuh variasi benar-benar mampu membawa kita ke arah angan-angan yang membumbung sebaimana yang selalu dibayangkan oleh para remaja dan pelajar.
Lepas dari semua hal yang telah diuraikan di atas, tampaknya sebuah karya manusia tetap saja tidak bisa dilepaskan dari ketidaksempurnaan. Catatan Akhir Sekolah tidak saja menyajikan sesuatu yang bernilai moral tinggi, tetapi juga menyuguhkan suatu fenomena sosial yang bisa memberikan efek negatif secara psikologis kepada penonton, utamanya para remaja dan pelajar. Penggunaan setting fisik yang hanya di lingkungan kompleks komplek sekolah, mall, dan sedikit tempat lain menjadikan satu titik kejenuhan yang mempengaruhi psikologis penonton. Bagaimana pun bentuknya Catatan Akhir Sekolah adalah sebuah garapan yang penuh dengan keterbatasan sifat manusia.

Agus Harianto, S.Pd.
Turen, 23 September 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Como Baixar