Selasa, 25 November 2008

HIMPUNAN MATERI SASTRA INDONESIA

BAB 1
KEBUDAYAAN, KESENIAN, DAN KESUSASTERAAN

Kesusastraan merupakan salah satu bagian dari kesenian, sedangkan kesenian merupakan bagian dari kebudayaan. Hubungan ini dapat dikatakan hubungan yang sangat signifikan. Kehadiran di antaranya tidak bisa dipisahkan karena merupakan satu kesatuan yang saling membentuk dan membangun. Kesusastraan merupakan sebuah seni pertunjukan yang menyampaikan pesan budaya.
Kebudayaan berasal dari kata budaya (Sanskerta: buddhayah, bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal). Secara bebas kebudayaan dapat diartikan segala bentuk menivestasi akal pikiran manusia dengan cara mencipta dan menggubah segala kemungkinan yang ada di ala mini, untuk meningkatkan derajat, kecerdasan, rasa keindahan, sistem nilai, dan ide vital masyarakat. Kebudayaan hanya milik manusia, sehingga manusia dikatakan makhluk berbudaya. Mengapa demikian karena hanya manusialah yang memiliki budi atau akal, sedangkanbinatang hanya memiliki insting atau naluri. Meskipun manusia juga memiliki naluri, tetapi akallah yang merupakan unsure utamasebagai dasar penentu kemajuan dan modernisasinya.
Namun perlu diketahui bahwa terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara kebudayaan dan peradaban. Keduanya kadang terasa agak sulit dibedakan karena memang mempunyai hubungan yang sangat rapat. Pokok perbedaannya dapat ditelusuri dari asal katanya. Peradaban berasal dari kata adab (bahasa Arab) yang berarti sopan. Orang beradab berarti orang yang tahu sopan santun (Jawa: tata krama). Bidang-bidang yang tercakup dalam peradaban adalah peradaban lahir seperti tata cara (sopan santun) atau etika pergaulan, susunan dan organisasi masyarakat, sistem hokum yang tertib, teknologi, dan sebagainya. Sedangkan kebudayaan atau kultur (Inggris: culture) merupakan peradaban batin meliputi keluhuran budi, kebersihan batin, ketinggian ilmu pengetahuan, dan kesenian. Unsur-unsur yang terdapat dalam kebudayaan adalah kesenian, ilmu pengetahuan, peradaban, dan kepercayaan.
Sementara itu kesenian yang berasal dari kata seni adalah hasil getaran jiwa dan keselaran perasaan serta pikiran yang mewujudkan suatu ciptaan yang indah dan luhur. Kesenian dapat dibedakan menjadi beberapa bidang seni seperti seni rupa (lukis, pahat, dekorasi, grafika, keramik, bangunan, dsb.), seni suara (vokalia, musik), seni sastra (deklamasi, baca puisi), seni gerak (tari, drama, bela diri). Sedangkan hasil-hasil kesenian dapat berupa lukisan, tarian, lagu-lagu, musik, dsb. Dan hasil kesenian yang berwujud bahasa seperti puisi, prosa, drama merupakan hasil karya seni sastra.
Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata dasar susastra. Su berarti baik, dan sastra (Sanskerta: castra) berarti bahasa. Kata castra berasal dari akar kata cas yang berarti belajar dan akhiran tra yang berarti yang harus di; yang disediakan untuk di … Jadi sastra berarti yang harus dipelajari, yaitu tulisan, buku, atau bahasa. Semula kesusastraan secara sempit diartikan sebagai tulisan atau karangan yang indah bahasanya. Dalam perkembangan selanjutnya kesustraan diartikan sebagai hasil ciptaan (ekspresi jiwa) manusia yang dilahirkan dengan bahasa, baik dengan tulisan maupun lisan, yang dapat menimbulkan rasa keindahan atau keharuan serta mencerminkan keadaan masyarakat dan jiwa bangsa yang membaca, mendengar, melihat, dan mengindrainya. Sehingga karangan yang berupa buku-buku pelajaran atau ilmu pengetahuan, atau yang bersifat berita, laporan, pengumuman, dan sebagainya tidak termasuk ke dalam kesusastraan, karena bahasanya tidak menimbulkan keindahan atau keharuan.
Sedangkan secara istilah, terdapat dua pengertian yaitu lama dan baru. Pengertian lama, kesusastraan adalah bukan saja hasil bahasa yang indah, melainkan juga hasil bahasa yang lain-lainnya, seperti: tata bahasa, agama, sejarah, dll. Pengertian baru, kesusastraan adalah bahasa yang indah yang menimbulkan rasa seni pada pembaca atau pendengarnya.


BAB 2
GENRE PUISI (JENIS-JENIS PUISI)

Secara garis besar karya sastra dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu puisi, prosa, dan drama. Ketiga jenis karya sastra tersebut kemudian bisa diklasifikasikan berdasarkan pembabakan atau zamannya, yaitu sastra lama dan sastra baru.

Genre Puisi
Yang dimaksud dengan genre puisi adalah penjenisan karya puisi berdasarkan bentuk dan isinya. Banyak sekali ragam puisi yang dapat diklasifikasikan sesuai dengan zaman, bentuk, dan isinya. Berdasarkan zamannya puisi dapat dibedakan menjadi puisi lama dan puisi baru. Yang termasuk ke dalam jenis puisi lama antara lain adalah mantra, bidal, pantun, seloka, gurindam, syair, puisi Arab-Parsi (masnawi, rubai, kit’ah, gazal). Puisi lama biasanya mempergunakan bahasa Melayu sebagai medianya. Sedangkan puisi baru yang mempergunakan bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan isinya. Puisi baru berdasarkan bentuknya dibedakan berdasarkan jumlah baris dalam setiap bait, yaitu distikon, tersina, kuatrain, kuint, sektet, septime, oktava/stanza, sonata, dan sajak bebas. Puisi baru berdasarkan isinya diklasifikasikan menjadi jenis balada, romance, elegi, ode, himne, epigram, satire, dan idylle.

A. Puisi Lama
1. Mantra, adalah puisi lama yang dipercaya dapat mendatangkan kekuatan gaib yang biasanya diajarkan atau diucapkan oleh pawang untuk menandingi kekuatan yang lain. Misalnya mantra untuk membangkitkan keberanian kepada harimau seperti di bawah ini.
Hai si Gempar Alam
Gegap gempita
Jarum besi akan romaku
Ular berbisa akan janggutku
Buaya akan tongkat mulutku

2. Bidal, adalah bahasa berkias untuk mengungkapkan perasaan yang sehalus-halusnya, hingga orang lain yang mendengarkanharus mendalami dan meresapi arti serta maksud dalam hatinya sendiri, biasanya berisi nasihat, sindiran, peringatan, dan sebagainya. Menurut penggunaannya bidal bisa diklasifikasikan menjadi: pepatah, perumpamaan, tamsil, ibarat, amsal, pemeo, peribahasa, ungkapan, dan perumpamaan.

Peribahasa, adalah kelompok kata atau kalimat yangtetap susunannya dan mengisahkan maksud tertentu. Yang termasuk ke dalam jenis peribahahasa ini adalah ungkapan, perumpamaan, ibarat, tamsil.
Pepatah, adalah kiasan tepat yang berupa kalimat sempurna dan pendek, pada mulanya dimaksudkan untuk mematahkan pembicaraan orang lain.
Contoh: 1. Buruk muka cermin dibelah.
2. Anjing menyalak takkan menggigit.
3. Besar bungkus tak berisi.
Perumpamaan, adalah majas yang berupa perbandingan dua hal yang pada hakikat berbeda, tetapi sengaja dianggap sama (secara eksplisit dinyatakan dengan kata-kata pembanding umpama, bak, bagai, seperti, ibarat, dsb).
Contoh: 1. Soraknya seperti gunung runtuh.
2. Wajahnya laksana bulan kesiangan.
3. Seperti mendapat durian runtuh.
Ibarat, adalah perbandingan dengnan seterang-terangnya dengan keadaan alam sekitarnya, yang mengandung sifat puisi di dalamnya.
Contoh: 1. Hendaklah seperti tembikar, pecah satu pecah semua.
2. Ibarat bunga, segar dipakai layu dibuang.
3. Bagai anak ayam kehilangan induk, selalu saja dalam kebingungan.
Amsal, adalah kalimat pendek untuk mengajarkan suatu kebenaran.
Contoh: 1. Biar badan penat, asal hati suka.
2. Boleh dipelajari, jangan diikuti (untuk sesuatu yang jelek).
Tamsil, adalah kiasan pendek yang bersajak dan berirama, seperti pantun kilat atau karmina.
Contoh: 1. Ada ubi ada talas, ada budi ada balas.
2. Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi.
3. Dekat kabut mata tertutup, dekat maut maaf tertutup.
Pemeo, adalah kata-kata atau kalimat-kalimat singkat baik yang mengandung ejekan atau semangat, yang ditiru dari ucapan seseorang, dan kemudian sering diucapkan atau dipakai dalam masyarakat.
Contoh: 1. Sekali merdeka, tetap merdeka!
2. Maju terus, pantang mundur!
3. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung!

3. Pantun, adalah puisi lama asli Indonesia (milik/budaya asli bangsa Indonesia) yang benar-benar berasal dari dari kesusastraan anak negeri sendiri. Kata pantun merupakan bentuk krama inggil pari bahasa Jawa. Dalam bahasa Sanskerta terdapat kata paribhasya (dalam bahasa Indonesia menjadi peribahasa) yang berakar kata rik/rit yang mendaung arti kira-kira sama dengan mengatur/menyusun. Sementara itu kata pantun dapat pula diurai dari akar kata tun yang dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno) berarti tuntun-atuntun yang berarti mengatur. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa arti kata pantun pada umumnya sama dengan aturan, susunan.

Jenis-jenis Pantun
Menurut jumlah barisnya pantun dibedakan menjadi pantun biasa, pantun kilat/karmina, talibun, dan pantun berkait.

Pantun Biasa
Ciri-ciri pantun biasa adalah:
setiap bait terdiri atas empat baris,
setiap barus terdiri atas 8 sampai dengan 12 suku kata,
dua baris pertama merupakan sampiran, dua baris kedua merupakan isi,
bersajak-sajak silang (a b a b),
berisi curahan perasaan (kalbu), sindiran, nasihat, dan
dapat selesai dalam satu bait.
Contoh:
Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh.

Pantun Kilat (Karmina)
Ciri-ciri pantun kilat adalah:
setiap bait terdiri atas 2 baris,
setiap barus terdiri atas 8 sampai dengan 12 suku kata,
baris pertama merupakan sampiran, baris kedua merupakan isi,
bersajak sama (a a), dan
berisi curahan perasaan (kalbu), sindiran, nasihat.
Contoh:
Ada ubi ada talas, Sudah gaharu cendana pula,
Ada budi ada balas. Sudah tahu bertanya pula.

Talibun
Ciri-ciri talibun adalah:
terdiri atas lebih dari 4 baris dalam setiap baitnya (selalu genap: 6, 8, 10, dst.),
terbagi atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi,
bersajak silang (misalnya untuk 6 baris adalah a b c a b c)
Contoh:
Kalau anak pergi ke lepau
Hiu beli belanak beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu.

Pantun Berkait
Ciri-ciri pantun berkait adalah:
pantun ini tidak selesai dalam satu bait, minimal dua bait,
baris kedua dan keempat bait pertama menjadi baris kesatu dan ketiga pada bait kedua, dan
secara umum ciri setiap bait sama dengan pantun biasa.
Contoh:
Bunga melur cempaka biru
Bunga rampai di dalam puan
Tujuh malam semalam rindu
Belum sampai padamu tuan

Bunga rampai di dalam puan
Ruku-ruku dari peringgit
Belum sampai padamu tuan
Rindu saya bukan sedikit

Pantun Mulia, adalah pantun yang tidak saja bersajak akhir, tetapi juga bersajak tengah; serta sampiran dan isinya memperlihatkan hubungan yang erat. Apa yang dikatakan isi pantun sudah terbayang pada sampirannya.
Contoh:
Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh

Pantun Modern, adalah pantun yan tidak bersampiran, semua baris merupakan isi (seperti syair) hanya sja sajaknya masih berpegang pada persajakan pantun, yaitu sajak silang (a b a b).
Contoh:
Serumpun bambu di tepi kolam
Melambai jaya menjatuhkan bayang
Dilengkung angin duduk bermuram
Tak ketentuan daunnya melayang

Menurut isinya pantun bisa dibedakan sebagaimana pada table di bawah ini.

PANTUN
JENIS PANTUN
CONTOH
Pantun Anak-anak
Pantun Bersuka Cita
Elok rupanya si kumbang janti
Dibawa itik pulang petang
Tak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
Pantun Berduka Cita
Lurus jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tidak kan rusuh
Ibu mati bapa berjalan
Pantun Orang Muda
Pantun Dagang/Nasib
Asam pauh dari seberang
Tumbuhnya dekat tepi tebat
Badan jauh di rantau orang
Sakit siapa akan mengobat
Pantun Perkenalan
Elok sungguh permata Selan
Buatan dewa dari angkasa
Pahit sungguh rindukan bulan
Bulan tidak menimbangkan rasa
Pantun Berkasih-kasihan
Dari mana punai melayang
Dari paya turun ke padi
Dari mana kasih sayang
Dari mata turun ke hati
Pantun Perceraian
Kalau ada sumur di ladang
Bolehlah kita menumpang mandi
Kalau ada umurku panjang
Tentulah kita bertemu lagi
Pantun Beriba hati
Kalau begini tarap papan
Ke barat juga kan condongnya
Kalau begini untung badan
Melarat juga kesudahannya
Pantun Jenaka
Elok jalan ke kota tua
Bertimbal jalan berbatang rapat
Elok kita berbini tua
Perut kenyang pelajaran dapat
Pantun Tua
Pantun Nasihat
Pisang emas bawa berlayar
Masak sebiji di atas peti
Utang emas boleh dibayar
Utang budi dibawa mati
Pantun Adat
Rama-rama si kumbang janti
Khotib Endah pulang berkuda
Patah tumbuh hilang berganti
Pusaka tinggal berganti
Pantun Agama
Kemumu di dalam semak
Jatuh melayang selaranya
Meski ilmu setinggi tegak
Tidak sembahyang apa gunanya

4. Syair, adalah salah satu jenis puisi lama dengan pengaruh Islam (Arab). Syair tumbuh dan berkembang dalam kesusastraan Indonesia bersama-sama dengan masuknya agama Islam di Indonesia (sekitar tahun 1300 M). Kata syair berarti menggubah atau mengikat sastra. Syair berasal dari bahasa Arab sya’ra yang berarti bertembang. Syair biasa digunakan untuk bercerita (cerita dengan bentuk puisi)
Ciri-ciri syair adalah:
setiap bait terdiri atas 4 baris,
setiap baris terdiri atas 8 sampai dengan 12 suku kata,
semua baris merupakanisi yang saling berkaitan,
bersajak sama/rangkai ( a a a a),
berisi nasihat, cerita, hikayat, atau tentang ilmu, dan
tidak dapat selesai dalam satu bait.
Contoh:
Dengarlah kisah suatu riwayat
Raja di desa negeri Kembayat
Dikarang fakir dijadikan hikayat
Dibuatlah syair serta berniat

Khabarnya orang empunya tamasya
Baginda itulah raja perkasa
Tiadalah ia merasai susah
Entahlah kepada esok dan lusa
… dan seterusnya.
Berdasarkan isinya syair dapat dibedakan sebagaimana table di bawah ini.
No.
Jenis Syair
Contoh Judul
1.
Syair yang berisi cerita Panji
Syair Ken Tambuhan
2.
Syair yang berisi cerita khayal
1. Syair Bidasari
2. Syair Abdul Muluk
3. Syair Anggun Cik Tunggal
3.
Syair yang berisi cerita nyata/benar-benar terjadi
1. Syair Singapura Dimakan Api
2. Syair Pulau Belitung
4.
Syair yang berisi kiasan
1. Syair Burung Pungguk
2. Syair Burung Nuri
5.
Syair yang berisi terjemahan atau saduran
1. Syair Bayan Budiman
2. Syair Siti Marhumah yang Saleh
3. Syair Cerita-cerita Wayang.
6.
Syair Agama, Didaktik, dan Mistik
1. Syair Bustanussalatina
2. SyairPelanduk Jenaka
3. Syair Orang Makan Madat

5. Gurindam, adalah puisi lama berbentuk dua seuntai.
Ciri-ciri gurindam adalah:
setiap bait terdiri atas dua baris,
setiap baris tidak terikat oleh jumlah suku kata,
bersajak terus (a a),
baris pertama merupakan sebab/syarat, baris kedua merupakan akibat/jawab, dan
bersisi nasihat.
Contoh:
Kepada orang tua hendaklah hormat
Agar hidup tetap selamat

Baik-baik memilih kawan
Salah-salah menjadi lawan

Contoh gurindam yang terkenal adalah Gurindam XII karya Raja Ali Haji yang terdiri atas dua belas pasal.

6. Seloka, berasal dari celoka(Sanskerta) yaitu suatu ikatan (puisi) yangtiap bait terdiri atas dua baris dan tidak terikat oleh jumlah suku kata. Seloka berasal dari India kurang lebih tahun 100 M.
Contoh seloka yang asli adalah sebagaimana yang terdapat dalam Mahabharata dan Ramayana. Sedangkan seloka yang sudah berkembang di Indonesia cenderung merupakan puisi dua seuntai yang tidak terikat oleh suku kata dan sajak dan cenderung bersifat kelakar/seloroh. Sebagai contoh perhatikan dua buah seloka di bawah ini.
Baik beristri perempuan sumbang
Biarpun marah tertawa juga

Aduhai malang Pak Kadok
Ayamnya menang, kampong tergadai

7. Masnawi
Ciri-ciri masnawi, adalah:
ikatan yang terdiri atas sepuluh baris,
baris suku karangan dua-dua, dan bersuku kata 10, 12, sampai 14,dan
berisi puji-pujian untuk orang besar atau tentang perbuatan yang penting-penting.
Contoh:
Umar
Umar yang adil dengan perinya
Nyatalah pun adil sama sendirinya
Dengan adil itu anaknya dibunuh
Inilah adalat yang benar dan sungguh
Dengan beda antara isi alam
Ialah yang besar pada siang malam
Lagipun yang menjauhkan segala syar
Imamu ‘ihak ke dalam padang mahsyar
Barang yang Hak ta’ala katakan itu
Maka katanya sebenarnya begitu.

8. Ruba’i
Ciri-ciri ruba’i, adalah:
ikatan yang tiap bait terdiri atas empat baris,
setiap baris bersuku kata 11 sampai 15,
pada umumnya bersajak patah, tetapi ada juga yang bersajak sama, dan
bersisi uraian, nasihat, puji-pujian, dan bersifat mistik.
Contoh:
Manusia
Subhanahu’Allah apa hal segala manusia
Yang tubuhnya dalam tanah jadi duli yang sia
Tanah itu kujadikan tubuhnya kemudian
Yang ada dahulu padanya terlalu mulia

9. Kith’ah
Ciri-ciri kith’ah, adalah:
suatu ikatan yang terdiri atas lima baris,
pada umumnya bersajak apatah, dan
berisi mengenai ajaran hidup.
Contoh:
Jikalau kulihat dalam tanah ikhwal sekalian insan
Tiadalah kudapat bedakan antara rakyat dan sutan
Fana juga sekalian yang ada, dengarkan yang Allah beriman
Kullaman’alaihi fa’nin, yaitu
Barang siapa yang di atas di atas bumi itu lenyap.

10. Nazam
Ciri-ciri nazam, adalah:
ikatan yang terdiri atas 12 baris,
bersajak dua-dua atau empat-empat, dan
berisi perihal hamba sahaya yang setia.
Contoh:
Bahwa bagi raja sekalipun
Hendak ada menteri demikian
Yang pada sesuatu pekerjaan
Sempurnakan segala kerajaan
Menteri inilah maka telan raja
Dan peti segenap rahasianya sahaja
Karena kata raja itu katanya
Esa artinya dan dua adanya
Maka menteri yang dsemikian perinya
Ada keadaan raja dirinya
Jika raja dapat adanya itu
Dapat peti rahasianya itu.

11. Gazal
Ciri-ciri gazal, adalah:
ikatan yang terdiri atas 8 baris,
setiap baris berakhir dengan kata yang sama, dan
berisi mengenai asmara.
Contoh:
Kekasihku seperti nyawa pun adalah terkasih dan mulia juga
Dan nyawa ku pun, mana dari pada nyawa itu jauh ia juga
Jika seribu tahun lamanya pun hidup ada sia-sia juga
Hanya jika pada nyawa itu hampir dengan sedia suka juga
Nyawa itu yang menghidupkan senantiasa nyawa manusia juga
Dan menghilangkan cintanya pun itu kekasihku yang setia juga
Kekasihku itu yang mengenak hatiku dengan rahasia juga
Buchari yang ada serta nyawa itu ialah berbahagia juga.

B. Puisi Baru
Dalam periodisasi sastra Indonesia dijelaskan bahwa sastra lama ditengarai dengan penggunaan bahasa Melayu atau bahasa daerah sebagai medianya. Sedangkan sastra baru ditengarai dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai medianya. Berdasarkan hal tersebut puisi baru atau puisi modern sudah benar-benar dapat dikatakan sebagai kesusastraan Indonesia karena sudah mempergunakan bahasa Indonesia sebagai medianya. Sementara itu puisi lama masih mempergunakan bahasa Melayu sebagai medianya, sehingga sastra lama kadang masih disebut pula sebagai sastra Melayu.

Puisi Baru Berdasarkan Bentuknya
1. Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh: Di pasar baru mereka
lalu mengada-menggaya

Meningkat sudah kesal
tak tahu apa dibuat
(Chairil Anwar)
2. Tersina, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh: Dalam ribaan pagi bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana

Dalam bahagia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mengwarna bagaikan sari
(Sanusi Pane)
3. Kuatrain, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh: Aku menimbang-nimbang mungkin
Kita berdua menjadi satu
Gaji dihitung-hitung
Cukup tidak untuk berdua

Hati ingin sempurna denngan engkau
Sama derita sama gembira
Kepala pusing-pusing menimbang-nimbang
Menghitung-hitung uang bagi kita
(Armyn Pane)
4. Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Contoh: Satu-satu perasaan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
(Or Mandank)
5. Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh: Di kelam hitam mengepung
Menjerit peluit kereta malam
Merintih ke langit
Derita hidup mengepung
Menjerit bangsaku sedang berjuang
Merintih ke langit
(Nursyamsu)
6. Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh: Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulaudi lautan hijau
Gunung-gemunung bagus rupanya
Dilimpahi air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya.
(Muh. Yamin)
7. Stanza/Oktava, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai).
Contoh: Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa sendiri
Bertambah halus, akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupaan teduh tenang.
(Sanusi Pane)
8. Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Itali) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi dapat dikatakan bahwa soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia soneta masuk dari neferi Belanda diperkenalkan oleh Muh. Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Contoh: Gita Gembala
Lemah gemulai lembut derana
Bertiuplah angin sepantun ribut
Menuju gunung arah ke sana
Membawa awan bercampur kabut

Dahan bergoyang sambut menyambut
Menjatuhkan embun jernih warnanya
Menimpa bumi beruap dan lembut
Sebagai benda tiada berguna

Jauh di sana diliputi awan
Terdengar olehku bunyi nan rawan
Seperti permata di dada perawan

Alangkah berahi rasanya jantung
Mendengarkan bunyi suara kelintung
Melagukan gembala membawa untung
(Muh. Yamin)

9. Sanjak Bebas, adalah suatu bentuk sanjak yang tidak dapat diberi nama dengan nama-nama yang sudah tertentu baik dalam puisi lama maupun puisi baru. Yang dipentingkan dalam jenis ini adalah kandungan isi bukan bentuk. Kandungan isi dimaksudkan sebagai ekspresi bebas dari jiwanya, dari pengungkapan rasa pribadinya. kalau perlu bahasa pun dapat tunduk kepada isinya. Sanjak-sanjak ini merupakan salah ciri angkatan 45, sebuah salah satu perwujudan dari gelora jiwanya.
Contoh:
Aku
Kalau sampai waktuku
’Ku mau tak seorang ’kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Sanjak karya Chairil Anwar di atas menggambarkan pemberontakan jiwanya, semangat hidupnya yang menuntut kebebasan.

Puisi baru berdasarkan isinya
Balada, ialah puisi yang berisi kisah atau hikayat yang cenderung berifat epik atau lirik yang menyatakan keharuan, kadang-kadang dinyanyikan, kadang-kadang berupa dialog.
Contoh: Balada Terbunuhnya Atmokarpo karya W.S. Rendra
Romance, ialah sanjak berisi luapan perasaan cinta kasih kepada kekasih.
Contoh: Surat Cinta oleh W.S. Rendra
Ode, alah puisi atau nyanyian yang dibuat untuk menghormati pahlawan bangsa, Negara, seni, atau masalah yang penting.
Contoh: “Teratai” Kepada Ki Hajar Dewantara oleh Sanusi Pane
Himne, ialah sanjak atau nyanyian yang berisi pujaan atau mengagung-agungkan kebesaran Tuhan,atau yang bernafaskan keagamaan (religius).
Contoh: Doa karya Chairil Anwar
Bhagawat Gita karya Rabindranath Tagore
Elegi, ialah sanjak atau nyanyian ratapan yang bersifat sedih atau sentimental (penuh perasaan).
Contoh: Batu Belah karya Air Hamzah
Epigram, ialah sanjak pendek yang dengan tepat menggambarkan suatu kebenaran yang berisikan pelajaran hidup atau semangat hidup.
Contoh: Bangunlah, O Pemuda karya A. Hasjmy
Satire,ialah sanjak yang berisikan cemoohan, kritikan, atau sindiran yang tajam terhadap kepincangan-kepincangan yang terdapat dalam masyarakat.
Contoh: Bimbang karya A.M. Dg. Miyala
Idylle, ialah sanjak yang berisi tentang kesentosaan hidup.
Contoh: Ke Desa karya Aoh Kartahadimaja.
BAB 3
GENRE PROSA (JENIS-JENIS PROSA)

Prosa Lama
Karya sastra prosa dapat diklasifikasikan berdasarkan pembabakannya menjadi prosa lama dan prosa baru. Prosa lama atau lebih dikenal sebagai sastra klasik atau satra kuno dihasilkan sebelum masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi (… - 1800-an). Tidak dapat dipastikan sejak kapankah sastra lama mulai ada, yang jelas sejak permulaan peradaban bangsa Indonesia. Sastra lama merupakan cerminan kehidupan masyarakat lama. Ciri-ciri kehidupan masyarakat lama ini menjadi cirri-ciri dari sastra klasik itu sendiri.

Ciri-ciri karya sastra klasik
a. Bersifat komunal, yakni menjadi milik bersama.
b. Anonim, tidak diketahui siapa nama penggubahnya/pengarangnya.
c. Bersifat sangat kurang dinamis, yakni gerak perubahannya sangat lambat, sehingga jika dilihat dari sudut masyarakat sekarang seolah-olah kelihatan statis.
d. Pada umumnya bersifat irasional, kejadian-kejadian yang digambarkan kurang atau bahkan tidak masuk akal.
e. Bersifat istanasentris, karena sebagian besar ceritanya berkisar pada kehidupan keluarga dalam lingkungan istana.
f. Sastra lama pada umumnya memberikan pengajaran/pendidikan baik yang bersifat didaktis moral maupun didaktis religius.
g. Bersifat simbolis, sebagian besar ceritanya disajikan dalam bentuk perlambang.
h. Bersifat tradisional, yaitu mempertahankan kebiasaan atau adat yang berlaku sesuai dengan keadaan zamannya.
i. Klise imitatif, yakni kebiasaan tiru-meniru yang tetap saja turun-temurun.
j. Sastra lama sebenarnya tidak menceritakan manusia, melainkan menceritakan sifat-sifat universal manusia (baik-jahat, cerdik-bodoh, adil-lalim, dsb).

Sastra lama memancarkan semangat Animisme/Dinamisme, Hiduisme, dan Islamisme. Kepercayaan atau agama baru yang dibawa oleh penjajah asing tidak mampu mempengaruhi kondisi ini, sehingga kebudayaan yang baru selalu masih mengandung unsur-unsur kebudayaan terdahulu. Hal ini pun masih terasa sampai pada kehidupan modern saat ini. Pengaruh pola kehidupan lama yang bersifat takhayul (animisme/dinamisme) benar-benar menginterferensi pola kehidupan modern. Semangat Animisme/Dinamisme, Hinduisme, dan Islamisme tersebut menjadikan sastra lama terpilah-pilah menjadi tiga periode atau pembabakan, yaitu: 1) sastra masa purba, 2) sastra masa Hindu, dan 3) sastra masa Islam.
Hasil karya sastra klasik dapat dikatakan merupakan karya sastra lisan yang disampaikan hanya dengan cara komunikasi lisan. Hal ini menyebabkan terjadinya banyak variasi dan pergeseran baik dari segi alur maupun tata nilai yang dikandungnya. Sebagai contoh legenda Banyuwangi terdapat banyak versi yang kadang bertentangan satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan isinya semua jenis dongeng dapat dikategorikan sebagai jenis karya sastra klasik/lama. Di bawah ini diuraikan berbagai macam jenis dongeng yang sekaligus merupakan jenis-jenis karya sastra klasik.
1. Fabel, adalah cerita lama yang menokohkan binatang sebagai lambang pengajaran moral (biasa pula disebut sebagai cerita binatang).
Beberapa contoh fabel, adalah: Kancil dengan Buaya, Kancil dengan Harimau, Hikayat Pelanduk Jenaka, Kancil dengan Lembu, Burung Gagak dan Serigala, Burung Bangau dengan Ketam, Siput dan Burung Centawi, dll.
2. Sage, adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, kraton, atau kehidupan raja-raja.
Beberapa contoh sage, adalah: Calon Arang, Ciung Wanara, Airlangga, cerita-cerita Panji, Smaradahana, dll.
3. Mite/Mitos, adalah cerita-cerita yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu benda atau hal yang dipercayai mempuyai kekuatan gaib.
Contoh-contoh sastra lama yang termasuk jenis mitos, adalah: Nyai Roro Kidul, Ki Ageng Selo, Dongeng tentang Gerhana, Dongeng tentang Terjadinya Padi, Harimau Jadi-Jadian, Puntianak, Kelambai, dll.
4. Legenda, adalah cerita lama yang mengisahkan tentang riwayat terjadinya suatu tempat atau wilayah.
Contoh: Legenda Banyuwangi, Tangkuban Perahu, dll.
5. Parabel, adalah rekaan cerita pendek yang menggambarkan sikap moral atau keagamaan dengan menggunakan ibarat adtau perbandingan; majas perbandingan menggunakan perumpamaan yang terkandung dalamseluruh isi karangan atau cerita.
Contoh: Kisah Para Nabi, Hikayat Bayan Budiman, Mahabarata, Bhagawagita, dll.
6. Dongeng Jenaka, adalah cerita tentang tingkah laku orang bodoh, malas, atau cerdik dan masing-masing diluskiskan secara humor.
Contoh: Pak Pandir, Lebai Malang, Pak Belalang, Abu Nawas, dll.

Cerita klasik yang merupakan cerita pengaruh hinduisme adalah Mahabarata dan Ramayana. (Mahabarata dan Ramayana akan dibahas pada bab khusus). Sedangkan contoh cerita klasik yang bersumber dari budaya Islam, antara lain adalah: Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Iskandar Zulkarnain, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Nabi-Nabi, Tajussalatina (Mahkota Raja-Raja), Bustanussalatina (Taman Raja-Raja), Syair Asbdul Muluk, Hikayat Bakhtiar, Hikayat Seribu Satu Malam, dll.

Sastra Baru
Dalam perkembangan selanjutnya sastra baru lebih dikenal dengan istilah sastra Indonesia. Hal ini berhubungan dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai media pengantarnya. Bentuk karya sastra baru ini antara lain adalah cerpen, novel, dan roman. Secara teoritis cerpen, novel, dan roman bisa dibedakan sebagaimana tabel di bawah ini.
No.
Unsur
Cerpen
Novel
Roman
1.
Alur
Sederhana
Kompleks
Kompleks
2.
Konflik
Tidak mengubah nasib tokoh
Mengubah nasib tokoh
Mengubah nasib tokoh secara tragis
3.
Panjang cerita
Menceritakan kehidupan tokoh yang dianggap penting.
Menceritakan sebagian besar kehidupan tokoh.
Menceritakan kehidupan tokoh secara mendetail sejak lahir sampai meninggal dunia.
4.
Penokohan
Karakter tokoh tidak mendetail.
Karakter tokoh disampaikan secara mendetail.
Karakter tokoh disampaikan secara lebih mendetail.
Dalam perkembangan selanjutnya dalam sastra Indonesia tidak dibedakan lagi antara novel dan roman. Yang lebih produktif adalah cerpen dan novel.

BAB 4
MAHABARATA DAN RAMAYANA

Mahabarata
Cerita ini merupakan sebuah epos atau wiracarita/cerita kepahlawanan yang disusun oleh Wiyasa. Masa pertumbuhan dan perkembangannya berlangsung kira-kira 800 tahun, yakni dari tahun 400 tahun sebelum Masehi sampai 400 tahun sesudah Masehi. Epos Mahabarata terdiri atas 100.000 seloka (setiap seloka terdiri atas dua baris, setiap baris terdiri atas 16 suku kata), dan terbagi menjadi 18 bagian (parwa), sehingga Mahabarata dinama Astadasaparwa.
Epos Mahabarata mula-mula disadur ke dalam bahasa Jawa pada tahun 1000, yakni pada zaman pemerintahan raja Darmawangsa. Pada abad ke-15 disadur ke dalam bahasa Melayu dengan huruf Jawi.

Bagian-bagian Mahabarata
Adiparwa, menceritakan kehidupan Pandawa dan Kurawa pada waktu masih anak-anak.
Sabaparwa, menceritakan perjudian Yudistira yang mempertaruhkan negerinya sehingga kalah.
Wanaparwa, menceritakan pengembaraan Pandawa selama dua belas tahun dalam hutan setelah dikalahkan oleh Kurawa dalam perjuadian yang dilakukan secara curang.
Wirataparwa, menceritakan penghambaan diri Pandawa di istana Wirata dengan menyamar.
Udyogaparwa, menceritakan usaha perundingan Kresna dengan Kurawa, tetapi gagal.
Bismaparwa, menceritakan pertempuran selama sepuluh hari pertama dalam perang Baratayuda antara Pandawa dan Kurawa yang dipimpin oleh Bisma. Bisma kemudian gugur dalam pertempuran itu oleh Srikandi.
Dronaparwa, menceritakan peperanngan pada hari kesebelas sampai pada hari kelima belas. Dalam pertempuran itu Drona tewas.
Karnaparwa, menceritakan gugurnya Gatotkaca oleh Karna dengan senjata Kunta dangugurnya Karna oleh Arjuna.
Salyaparwa, menceritakan pertempuran hari terakhir pada hari kedelapan belas. Dalam pertempuran itu raja Salya yang menjadi panglima Kurawa gugur kena senjata Yudistira yang bernama Kalimasada. Peperangan berakhir dengan kemenangan di pihak Pandawa.
Sauptikaparwa, menceritakan peperangan pada malam hari yang dilakukan keluarga Kurawa secara tiba-tiba sehingga menewaskan seluruh keluarga Pandawa kecuali kelima Pandawa, Kresna, dan Darupadi.
Striparwa, menceritakan ratap tangis kaumputri melihat dan mengenang malapetaka yang telah terjadi akibat baratayuda.
Santiparwa, menceritakan cerita sisipan yang tidak ada hubungannya dengan cerita induk.
Anucasanaparwa, menceritakan cerita sisipan pula yang diambil dari buku-buku kaum brahma.
Acwamedikaparwa, menceritakan hal Dretarasta yang karena kekecawaan hatinya bertekad meninggalkan kerajaan untuk memulai hidup bertapa di hutan.
Acramawasikaparwa, menceritakan Yudistira mengadakan persembahan kuban kuda setelah selasai Baratayuda.
Mausalaparwa, menceritakan hancurnya kerajaan Dwarawati dan kembalinya Kresna menjadi Wisnu.
Mahaprastanikaparwa, menceritakan suasana Pandawa dan Draupadi memasuki hutan menuju surga.
Swargarohanaparwa, menceritakan kehidupan Pandawa di surga.

Sinopsis isi epos Mahabarata
Sentanu adalah seorang raja yang gagah perkasa yang bertahta di negeri Barata. Ia keturunan keluarga Kuru. Dengan permaisurinya, Dewi Gangga, dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Bisma. Pada suatu hari Sentanu jatuh cinta kepada seorang putri raja nelayan bernama Setyawati. Tetapi raja nelayan hanya mau memberikan putrinya, asalkan kelak yang dinobatkan menjadi raja pengganti ialah anaknya dengan Setyawati, bukan Bisma. Mula-mula Sentanu menolak tuntutan raja nelayan tersebut dan selalu bersedih hati. Hal itu diketahui oleh Bisma yang akhirnya menyetujui pernikahanayahnya dengan Setyawati. Bisma berjanji tidak akan meminta haknya atas tahta kerajaan, baik sekarang maupun kemudian. Bahkan Bisma berjanji tidak menikah agar tidak mempunyai keturunan yang mungkin kelak akan menuntut atas tahta kerajaan Barata.
Perkawinan antara Sentanu dengan setyawati melahirkan dua orang anak laki-laki yang masing-masing bernama Citranggada dan Wicitrawirya. Citranggada kemudian tewas dibunuh oleh Gandarwa, sedangkan Wicitrawirya yang menikah dengan dua orang putri raja bernama Ambika dan Ambalika, juga menyusul meninggal dunia tanpa meninggalkan seorang anak pun.
Karena Setyawati takut akan punah keturunannya, ia meminta kepada Bisma agar mau mengawini Ambika dan Ambalika. Namun Bisma menolak permintaannya itu karenaia tetap berpegang teguh akan sumpahnya dahulu. Akhirnya Setyawati minta kepad Wiyasa (anak Setyawati dengan perkawinannya yang lain) untuk mengawini kedua putri tersebut. Wiyasa sendiri adalah seorang resi/brahmana yang sangat besar. Dari Ambika lahirlah Destarasta, sedangkan perkawinannya dengan Ambalika lahirlah Pandu. Destarasta kemudian menikah dengan Gandari dan melahirkanseratus anak, sedangkan Pandu menikah dengan Kunti dan Madrim. Perkawinan Pandu dengan kedua putri tersebut sebenarnya tidak menghasilkan keturunan, namun Kunti dan Madrim kemudian mempunyai keturunan setelah kawin dengan dewa-dewa. Kunti melahirkan tiga orang anak, yakni dengan dewa darma melahirkan Yudistira, dengan dewa Bayu melahirkan Bima, dengan dewa Indra melahirkan Arjuna, sedangkan Madrim dengan dewa kembar bernama Aswin melahirkan anak kembar bernama Nakula dan Sadewa. Selanjutnya keturunan Destarasta dinamai Kurawa, sedangkan keturunan Pandu dinamai Pandawa.
Sebenarnya Destarastalah yang berhak menjadi raja menggantikan ayahandanya, karena merupakan saudara tua Pandu, namunkarena Pandu dalam keadaan buta sejak lahir, maka tahta kerajaan diberikan kepada Pandu. Hal itulah kiranya yang kelak menimbulkan pertengkaran berlarut-larut antara Kurawa dan Pandawa, bahkan akhirnya menimbulkan peperangan yang sangat dahsyat yang dinamai baratayuda, yang berarti peperangan memperebutkan kerajaan barata.
Perebutan hak milik atas kerajaan didahului dengan perjudian yang merugikan pihak Pandawa, sehingga terpaksalah mereka mengembara dalam hutan selama dua belas tahun. Setelah masa dua belas tahun mengembara dilampaui, pada tahun ke-13 menurut perjanjian para Pandawa harus menyembunyikan diri di tempat tertentu. Tetapi Pandawa memutuskan bersembunyi di istana raja Matsya. Setelah masa bersembunyi dalam tahun ke-13 dijalani dengan selamat, barulah Pandawa menampakkan diri dan menuntut haknya kepada Kurawa. Namun Kurawa tiadak mau memberikan hak Pandawa itu, sehingga terjadilah baratayuda selama 18 hari yang mengakibatkan lenyapnya kaum Kurawa dan kembalinya kaum Pandawa ke kerajaan Barata.

Ramayana
Cerita ini disusun oleh Walmiki. Di samping merupakan sebuah epos atau wiracarita, gubahan ini juga merupakan sebuah kawya, yakni gubahan seni yang mengasyikkan. Ramayana mengalami pertumbuhan dan perkembangan selama kurang lebih 400 tahun yaiauantara 200 tahun sebelum Masehi sampai dengan 200 tahun sesudah Masehi. Cerita terdiri atas 24.000 seloka yang terbagi menjadi 7 kanda (bagian) sehingga disebut pula sebagai Saptakanda.

Bagian-bagian Ramayana
Balakanda, menceritakan keagungan raja Dasarata yang memerintah kerajaan Ayodya, kelahiran Rama dan adik-adiknya, serta kisah pernikahan Rama dan Sita.
Ayodyakanda, menceritakan suasana kemuraman di istana Ayodya setelah raja Dasarata berusia lanjut, peristiwa pembuangan Rama ke hutan selama 14 tahun, dan pengangkatan Barata sebagai raja Ayodya menggantikan ayahandanya.
Aranyakanda, menceritakan kehidupan Rama, Sita, dan Laksamana yang mengalami berbagai macam peristiwa di hutan. Dalam bagian ini dikisahkan bagaimana Sita diculik oleh Rahwana dengan cara yang licik, serta keperkasaan burung Jantayu yang gugur dalam rangka membela Sita.
Kiskendakanda, mengisahkan pertemuan Rama dengan raja kera Sugriwa dan Hanuman yang akhirnya menjadi duta Rama ke Alengka.
Sundarakana, menceritakan pertemuan Hanuman dengan Sita di taman negeri Alengka serta peritiwa terbakarnya negeri Alengka dalam peristiwa Hanuman Obong.
Yudakanda, mengisahkan pertempuran antara bala tentara kera yang dipimpin oleh Rama melawan bala tentara raksasa yang dipimpin oleh Rahwana. Pertempuran ini akhirnya dimenangkan oleh Rama dengan balatentara keranya.
Uttarakanda, menceritakan suasana kerajaan Ayodya setelah Rama menjadi raja sampai kembalinya Rama menjadi wisnu.
BAB 5
UNSUR-UNSUR KARYA SASTRA

Unsur-unsur Karya Sastra Prosa
Berdasarkan bentuknya karya sastra dapat dibedakan menjadi bentuk puisi, prosa, dan drama. Semua bentuk karya sastra tersusun dari dua unsur pembangun, yaitu unsur intinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur Intrinsik adalah unsur karya sastra yang menmbangun tubuh karya sastra dari dalam tubuh karya sastra itu sendiri. Sedangkan Unsur esktrinsik merupakan unsur pembangun karya sastra yang berasal dari luar tubuh karya sastra itu. Pada bagian ini hanya akan dibahas unsur-unsur pembangun karya sastra prosa.
Unsur-unsur intrinsik karya sastra prosa adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini.
a. Tema, yaitu pusat cerita, atau ide pokok yang mendasari penulisan sebuah cerita.Tema dapat diklasifikasikan menjadi tema mayor, yaitu tema yang memiliki cakupan lebih luas; dan tema minor yaitu tema yang bisa dilihat sudut pandang tertentu dan mempunyai sifat lebih spesifik.
Contoh: Jalan Lain ke Roma karya Idrus
Tema mayor : Sifat terus yang kurang pada tempatnya.
Tema minor : - Cita-cita yang kurang kokoh (dari sudut pandang idealisme)
- Kurangnya kematangan jiwa (dari sudut pandang psikologi)
- Terlalu menurutkan kata hati (dari sudut pandang sosial)

b. Amanat, yaitu pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca.
Contoh: Hendaklah dapat menempatkan sifat keterusterangan dengan baik.
Sebaiknya kita bisa menjaga keseimbangan kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.

c. Plot / Alur, adalah jalinan peristiwa yang membentuk cerita; jalan cerita. Alur dapat diklasifikasikan menjadi alur maju, mundur, kronologis, klimaks, antilklimaks, dan flashback.
1. Alur maju, adalah alur yang menceritakan dari awal hingga akhir cerita.
Alur mundur, adalah alur yang menceritakan kejadian masa lalu/silam.
Alur kronologis, adalah alur berdasarkan tata urutan waktu.
Alur klimaks, adalah alur yang dimulai dari bagian biasa menuju bagian menegangkan.
Alur antiklimaks, adalah alur yang dimulai dari bagianm menegangkan menuju biasa.
Alur flashback, adalah alur yang mendahulukan bagian akhir cerita, kembali ke awal menuju ke akhir cerita.

d. Penokohan, adalah penentuan dan penciptaan citra tokoh dalam karya sastra.
Berdasarkan sifatnya tokoh dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan menjadi tiga jenis tokoh, yaitu tokoh protagonis (tokoh lakon), antagonis (tokoh jahat, lawan, musuh), dan tokoh tirtagonis (tokoh penengah). Berdasarkan tingkat kepentingannya dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh pembantu/figuran.

e. Karakteristik, adalah perwatakan tokom dalam cerita.
Karakteristik tokoh dapat menjadi dua maca, yaitu flat character dan arround character. Flat character adalah watak seorang tokoh yang tidak pernah mengalami perubahan dari awal hingga akhir cerita. Arround character adalah jika seorang tokoh mengalami perubahan watak dalam cerita tersebut.
Untuk mengidentifikasi watak seorang tokoh bisa dilakukan dengan teknik-teknik di bawah ini.
1. Teknik Dramatik
mengetahui tempat tinggal/lingkungan hidup tokoh,
cara tokoh m,eyelesaikan sebuah permasalahan, dan
pembicaraan tokoh lain.
2. Teknik Analitik
Pada teknik ini pengarang menyampaikan/menguraikan secara langsung perwatakan tokoh yang dimunculkan dalam cerita yang dibuatnya.
Teknik Analitik – Dramatik (gabungan kedua teknik yang ada).

f. Point of View, adalah sudut pandang pengarang; cara pengarang menempatkan dirinya dalam sebuah cerita. Berikut ini diuraikan beberapa jenis sudut pandang pengarang.
Narathor Participant, pengarang mempergunakan kata aku-orang pertama (aku sebagai tokoh utama dan aku sebagai bukan tokoh utama).
Narathor Omniscient, pengarang mempergunakan kata dia (orang ketiga) untuk pelaku utama dan pengarang mengetahui seluk beluk tokoh dia/menyumbangkan pikiran dalam pribadi tokoh.
Narathor Observer, pengarang mengisahkan ceritanya dengan mempergunakan kata dia (orang ketiga) untuk tokoh utama, dan pengarang tidak mengethaui jalan pikiran tokoh utama.
Narathor multiple, campuran antara ketiga jenis narathor di atas.

g. Setting, adalah latar belakang penceritaan; latar cerita. Terdapat dua jenis setiing, ayaitu setting fisik (alat, tempat, dan waktu) dan setting psikis (suasana: haru, sedih, gembira, dll).

h. Suspense dan Foreshadowing
Suspense, adalah bagian cerita yang mampu membuat pembaca merasakan ketegangan setelah mengikuti atau menyaksikan konflik mental dan konflik sosial yang tajam. Foreshadowing, merupakan kelanjutan dari suspense, yaitu pembayangan tentang apa yang akan terjadi kemudian dalam cerita. Bagianini diciptakan oleh pengarang untuk memikat perhatian pembaca terhadap keseluruhan cerita agar merasa nikmat dan puas, tidak merasa bosan.

i. Limited Fokus dan Unity
Limited Fokus, adalah bagian cerita yang paling dipentingkan dari semua jalinan cerita yang ada; dapat dikatakan merupakan pusat cerita. Sedangkan unity merupakan kesatuan atau kepaduan yang terdapat dalam sebuah cerita. Jadi walaupun dalam sebuah cerita terdapat banyak sekali pecahan cerita yang mendampingi cerita inti, keseluruhan cerita tetap bisa dinikmati oelh pembaca dengan baik karena terdapat unsur kesatuan tersebut.

j. Bahasa, yaitu bahasa apakah yang dipergunakan; bagimana kandungan makna denotasi/konotasi, ambiguitas maknanya, interferensi bahasa asing/ daerah yang terdapat dalam karya sastra tersebut.

k. Gaya Bahasa/Majas, yang dimaksudkan adalah gaya bahasa apa saja yang sering dipergunakan oleh penngarang dalam menulis ceritanya (personifikasi, metonimia, alegori, sinekdok, hiperbola,dll).


Sedangkan yang termasuk dalam unsur ekstrinsik sebuah karya sastra prosa adalah sebagaimana contoh di bawah ini.
Dalam cerpen Jalan Lain ke Roma karya Idrus mengandung nilai-nilai kehidupan yang besar artinya bagi pembaca yang mau memahami secara mendalam. Nilai-nilai kehidupan tersebut antara alain adalah nilai sosial, moral, ekonomi, kejiwaan, politik, filosofis, dll.
1. Nilai Sosial
Sifat terus terang adalah baik, tetapi jika salah menempatkan akan menimbulkan hal negatif, sebagaimana yang dialami oleh Open.
2. Nilai Kejiwaan
Mendalami jiwa orang lain adalah penting, karena dengan begitu kita bisa bergaul dengan masayarakat secara lebih baik.
3. Nilai Moral
Sifat kejujuran sangat penting dan sangat mulia di hadapan Tuhan.
4. Nilai Ekonomi
Tidak mudah berputus asa, gaga satu pekerjaan, cari pekerjaan yang lain.
5. Nilai Politik
Perjuangan membela kepentingan banyak orang dengan cara berjuang secara sungguh-sungguh.
6. Nilai Filosofi/Religius
Sebagai pemeluk agama Islam yang kuat, Open berusaha untuk mendakwahkan agamanya.

Unsur-Unsur Karya Sastra Puisi
Pada dasarnya unsur-unsur yang terdapat dalam puisi tidak jauh berbeda dengan unsur-unsur yang terdapat karya sastra prosa, namun secara fisik dan teknik penggunaan bahasa memang memungkinkan terjadi perbedaan yang mencolok antara puisi dan prosa. Di antara unsur-unsur intinsik puisi adalah: tema, amanat, bait, baris, enjambemen, irama, bahasa, gaya bahasa, citraan/imagery, neveauk, plot, setting, penokohan, perwatakan, dan point of view. Kelima unsur terakhir (plot, setting, penokohan, perwatakan, dan point of view) itu jika memang terdapat dalam sebuah puisi.
a. Tema, adalah pokok pikiran yang dicetuskan pengarang yang menjadi jiwa dan dasar cerita. Tema bisa dibedakan menjadi tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah tema yang merupakan pusat pikiran sebuah cerita atau karya sastra, sedangkan tema minor merupakan tema yang bisa dilihat dari susut pandang tertentu. Dalam sebuah tema mayor bisa terdapat beberapa tema minor. Bagi seorang pengarang tema ada sebelum mengarang tetapi bagi seorang pembaca tema ada sesudah membaca karangan ataukarya sastra.
b. Amanat, adalah gagasan yang mendasari karya sastra dan sekaligus pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar.
c. Bait/strophe, adalah kebulatan arti dan irama dalam kuplet atau karangan yang berbentuk puisi, misal: sebait pantun terdiri atas empat baris, sebait gurindam terdiri atas dua baris.
d. Enjambemem, adalah perloncatan baris; baris kalimat yang mempunyai tugas ganda untuk menghubungkan bagianyanbg mendahuluinya dan bagian yang berikutnya.
Contoh:
DOA
Tuhan. Beri aku kekuatan
Menguasai diri sendiri, kesunyian
dan keserakahan. Beri aku petunjuk selalu
untuk memilih jalan-Mu, keridoan-Mu. Amin.
(Dari JERAM oleh Ajip Rosidi)
e. Irama, adalah berturut-turut secara teratur; turun naik (pada bunyi, lagu) yang beraturan; alunan yang terjadi karena perulanngan dan penggantian bunyi dalamarus panjang pendek bunyi, keras lembut tekanan, dan tinggi rendah nada (dalam puisi); ritma; wirama; irama juga merupakan tenaga gaib yang menimbulkan perasaan tertentu kepada manusia dan dapat menimbulkan gaya keindahan sebuah puisi.
f. Bahasa, yang dimaksud bahasa meliputi diksi (pilihan kata), gaya bahasa/majas, dan makna konotasi/denotasi yang ditimbulkan oleh penggunaan gaya bahasa dan penetapan diksi dalam karya puisi. Tentang gaya bahasa/majas akandibahas dalam bab tersendiri.
g. Citraan, merupakan gambaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Como Baixar