Senin, 31 Mei 2010

Fatamorgana Biru

Deg..deg…deg, semakin kuat jantungku memompa darah ke sekujur tubuh. Kulambatkan tarikan gas motor matikku. Memasuki perbatasan itu benar-benar membuat aku semakin berharap dan berdebar. Wanita setengah baya dengan tubuh gembrot dan tinggi…seorang ibu yang kelihatan sangat matang dengan kedewasaannya, … atau seorang wanita muda dengan pesona yang tetap menarik walaupun beberapa kali melahirkan. Bayangan itu semakin membuatku berdebar dan terseret imajinasi belasan tahun silam ketika baru lulus SMA. “Rumahku nggak ada macannya kok, Kak!” Kalimat itu benar-benar membuatku melambung tinggi, angan-angan seorang pemuda yang masih sangat mentah dalam kehidupan. Bertemu beberapa kali, menjadi rutinitas, dan akhirnya jadian sehidup semati benar-benar merupakan suatu angan yang sangat indah. Seakan dunia benar-benar seperti kata orang yang sedang dimabuk asmara, yaitu hanya milik berdua.


Perbatasan desa telah kulewati, beberapa menit berikut aku telah melaju di depan rumah yang kutengarai adalah rumah yang kumaksud dalam anganku. Harapanku kandas tak kutemui seseorang di sekitar rumah itu. Pintu terbuka dan sepeda motor matik warna oranye diparkir depan rumah. Tak ada keberanian untuk berhenti. Aku terus melaju dan terus kutarik gas matorku. Kuputuskan untuk menapaki kembali rute cintaku belasan tahun silam. Masya Allah jalanan kampung telah rusak berat, tampaknya kita memang hanya bisa membangun tanpa mampu merawat padahal desa ini adalah desa nasional saat itu. Belum ada jalan kampung sebagus di desa ini kala itu. “Makasih ya Kak…! Mampir dulu nggak?” , katanya sambil tersenyum. Tentu saja tak kusia-siakan kesempatan itu. Pulang setelah bertukar buku harian. Buru-buru sampai di rumah, masuk kamar pura-pura sibuk ngerjaan tugas kuliah atau ngoreksi kerjaan anak-anak kubaca lembar-lembaran buku harian dengan hati berdebar-debar tetapi berbunga-bunga. Dan kutulis ekspresi hatiku yang tentu saja sangat konyol saat itu.

Kulewati dengan sendu jalan ini dengan kekecewaan. Kulewati rumah orangtuanya dengan sepi. Kesepian semakin menghimpitku. Aku istighfar beberapa kali. Ya Allah apa yang telah kulakukan ini. Hatiku telah mengkhianati keluargaku, kenapa harus kuturuti kata hati ini. Ingkarkah aku pada anak dan istriku, ataukah aku hanya ingin sekedar membalas dendam karena dulu aku dikhianati oleh seorang wanita yang benar-benar sangat aku kasihi dan membuatku jatuh ketika ia memutuskan menikah dengan pria pilihan orangtuanya? Saat itu memang tidak ada bahan yang bisa kujadikan perhitungan. Tak ada yang bisa kubanggakan, masa depan seorang mahasiswa kelas jauh yang sambil kerja sebagai tenaga sukarela di beberapa sekolah benar-benar tidak bisa kujadikan bahan perhitungan. Lantas benarkah aku hanya ingin membuat perhitungan dengan bahan yang kumiliki sekarang ini? Atau ada rindu dendam yang masih membara dalam relung hatiku?

“Kapan Dik Mita berangkat ke asrama, Pak?” salah seorang seniorku bertanya pada bapaknya Mita. Kami semua tahu Mita akan melanjutkan sekolah ke SPK, sehingga kami harus merelakan kepergiannya dari oraganisasi kami. “Ya … ggak tahu ya Mas, bergantung calon suaminya saja. Kan suaminya sekarang masih dinas Kalimantan. Itu lho Mas, ia seorang tentara. Kalau kami hanya nurut mereka saja. Katanya tiga bulan lagi tugasnya di sana selesai. Kalau pulang ya langsung saja nikah,…gitu kami sangat senang”. Kalimat-kalimat itu terdengar sangat menggembirakan bagi orang tua itu. Teman-temanku tersengat dan tanpa dikomando langsung menoleh ke arahku. Aku terpaku, tak ada yang bisa kulakukan kecuali hanya diam. Kembali Kak Dimas memecah keheningan, “Lho katanya mau melanjutkan sekolah ke SPK, apa benar gitu Pak?” Pak Darmo menghisap tembakaunya dan menghembuskannya dengan tergesa-gesa, “Ah, tidak kok Mas”.

Aku terkejut ternyata aku sudah kembali sampai di depan rumah itu. Dengan nekat aku berhenti tepat di depan rumah itu, tanpa turun dari motor aku keluarkan ponsel pura-pura cek SMS. Mataku jelalatan, aku berharap ada seorang wanita setengah baya dengan tubuh gembrot atau seorang ibu yang kelihatan sangat matang dengan kedewasaannya, … atau seorang wanita muda dengan pesonanya. Tetap saja harapanku kandas tak kutemui siapapun yang bisa mengobati rasa penasaranku. Benar-benar aku heran ke mana, di mana? Tak pernah kutinggalkan daerahku sampai sekarang. Aku tak pernah meninggalkan kampung halamanku kecuali untuk tugas belajar yang seberapa lama. Yang tak pernah kuharapkan selalu saja kutemui walaupun aku harus memeras keringat untuk mengingatnya. Aku tidak ingin selingkuh aku nggak ingin menodai kesucian cintaku pada istriku tersayang. Aku hanya ingin tahu seperti apakah keadaan wanita yang telah mencampakkan diri ini karena tak mempunyai masa depan. Sekarang aku memang sudah jauh lebih mapan, bahkan gelar S2 pun telah kusandang. Istriku kukuliahkan. Aku khianat pada istriku? “Nggak Ton, kamu nggak selingkuh kamu nggak khianat, kamu hanya ingin tahu dan menjawab pertanyaan dari kepenasaranmu saja. Kupikir semua orang akan mengalami hal itu. Puaskan hatimu tapi jaga hatimu”, pesan Mas Wied beberapa saat lalu. Tapi kenapa hatiku jadi sepi ketika tak menemukan apa-apa dan siapa-siapa yang kuharapkan di situ?
Bersambung!

Jumat, 07 Mei 2010

Di Balik Glaomuritas

Sebuah perjuangan tanpa disertai dengan usaha yang gigih dan keras dapat diyakini tidak akan menghasilkan sebuah harapan sebagai yang dicita-citakan sebelumnya. Dunia glamouritas remaja dan pelajar dewasa ini tampaknya serba menuntut kebebasan. Sayangnya kebebasan ini tidak disertai dengan kedewasaan berpikir yang bertanggung jawab, walaupun itu hanya terhadap dirinya sendiri. Tapi di antara kebrengsekan dan keterpurukan moral yang menggejala di antara kehidupan remaja saat ini harus diakui bahwa sebenarnya terdapat banyak kelebihan yang dimiliki mereka. Kebobrokan dan kelebihan inilah yang sengaja dimunculkan oleh Hanung Bramantyo untuk memberikan imbangan terhadap kritik moral yang senantiasa ditujukan kepada para remaja dan pelajar dewasa ini.


Persabahatan dengan berbagai bentuk dan versi sering kita jumpai pada kehidupan remaja dan pelajar masa kini. Apapun bentuknya sudah seharusnya kita menghargai segala model dan kreativitas serta bentuk persahabatan mereka. Kisah tentang tiga orang sahabat Agni, Arian, Alde yang berusaha memunculkan eksistensi diri mereka harus banyak mengalami tantangan yang hampir membuat persabahatan mereka berantakan. Mereka tiga orang siswa sebuah SMA yang dianggap pecundang “CUPU” di sekolahnya. Mereka bertekad membuktikan eksistensi dan kualitas diri mereka dengan membuat film documenter sekolah. Film inilah yang mengubah nasib mereka menjadi “Pahlawan Sekolah” merekapun dielu-elukan oleh siswa lainnya. Dari mereka pulalah ternyata diketahui bahwa yang bobrok itu bukan para remaja dan pelajar sebagaimana yang dianggap banyak orang melainkan justru pihak orang dewasalah yang memiliki kebobrokan tingkat parah yang tersembunyi rapi. Sebuah harapan yang bisa kita munculkan dari film ini adalah keadilan dari orang dewasa untuk bersikap pada para remaja dan pelajar saat ini. Seharusnya ada kesadaran bahwa situasi dan kondisi sekarang berbeda dengan dahulu. Inilah yang membedakan antara generasi dahulu dan sekarang. Tapi disadari atau tidak sebenarnya antara dahulu dan sekarang tidak terlalu jauh berbeda, hanya masalah bentuk dan versi saja yang membedakannya. Justru dari para remaja dan pelajar inilah diketahui bagaimana kecurangan seorang pimpinan sekolah.

Kelihaian Hanung dalam hal ‘casting’ menjadikan film ini benar-benar mampu membuat penonton terpenuhi dan terbuai oleh sebuah ‘foreshadowing’ dan angan yang membumbung tinggi. Dengan kesempurnaan teknik penggarapannya Hanung berhasil menciptakan penggambaran dan visualisasi yang memikat. Hampir semua adegan mendapatkan perhatian sempurna dari Hanung, sehingga seakan tidak ada sedikit pun celah yang bisa membuat kita merasa bosan untuk mengikuti kelanjutan dari kisahan ini. Penggarapan setting psikis dalam film ini tampak benar-benar mendapatkan tempat yang lumayan menarik bagi penonton. Soundtrack dan background musik yang mengalun lembut, keras, dan penuh variasi benar-benar mampu membawa kita ke arah angan-angan yang membumbung sebaimana yang selalu dibayangkan oleh para remaja dan pelajar.

Lepas dari semua hal yang telah diuraikan di atas, tampaknya sebuah karya manusia tetap saja tidak bisa dilepaskan dari ketidaksempurnaan. Catatan Akhir Sekolah tidak saja menyajikan sesuatu yang bernilai moral tinggi, tetapi juga menyuguhkan suatu fenomena sosial yang bisa memberikan efek negatif secara psikologis kepada penonton, utamanya para remaja dan pelajar. Penggunaan setting fisik yang hanya di lingkungan kompleks komplek sekolah, mall, dan sedikit tempat lain menjadikan satu titik kejenuhan yang mempengaruhi psikologis penonton. Bagaimana pun bentuknya Catatan Akhir Sekolah adalah sebuah garapan yang penuh dengan keterbatasan sifat manusia.



Agus Harianto, S.Pd.

Turen, 23 September 2005

Kamis, 06 Mei 2010

RPP dan Proses Pembelajaran

HUBUNGAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
DENGAN PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
Oleh : Agus Harianto, S.Pd.

1. Pendahuluan
Kegiatan belajar mengajar di sekolah merupakan bagian integral sebuah proses pembelajaran. Belajar dan mengajar tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Keduanya merupakan unsur yang saling mendukung untuk mendukung menuju satu pencapaian tujuan. Tanpa sebuah tujuan tidak mungkin sebuah kegiatan akan mempunyai arah yang jelas dan pasti. Kegiatan belajar mengajar dengan tujuan yang jelas dan terarah bisa dirumuskan dengan cara yang sistematis melalui berbagai macam konsep dan teori pembelajaran. Sebagaimana sudah menjadi sebuah kelaziman dalam kehidupan ini, bahwa perubahan senantiasa akan terus terjadi, maka kebutuhan akan sebuah teknologi pembelajaran pun akan terus bertambah. Meningkatnya kebutuhan akan konsep dan teori pembelajaran ini tentu saja dipicu oleh berbagai perubahan dan perkembangan yang terus terjadi.
Banyak sekali konsep dan teori pembelajaran yang ditawarkan oleh para ahli bidang pengajaran untuk bisa dipakai dalam sebuah proses pembelajaran dan transfer ilmu pengetahuan. Dengan sudut pandang yang berbeda, dan segala kelebihan atau kelemahannya kita bisa menerapkan sebuah atau beberapa konsep pembelajaran. Tetapi satu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana konsep atau teori pembelajaran tersebut bisa diterapkan secara tepat dalam sebuah proses pembelajaran. Berikut akan kita bahas bagaimana penerapan berbagai teori pembelajaran dalam proses belajar mengajar di sekolah.

2. Kondisi Nyata Pembelajaran di Sekolah
Pemahaman terhadap sebuah konsep pembelajaran yang tidak utuh berakibat terhadap pola penerapannya di lapangan. Lemahnya penguasaan konsep pembelajaran ini tentu saja akan terus berkembang jika tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan sumber daya manusia dari siapa saja yang berkecimpung dalam bidang pengajaran ini. Sebagai sebuah contoh adalah silang pendapat yang terus berlanjut tentang konsep yang benar tentang strategi pembelajaran. Dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan kurikulum 2004 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) senantiasa terjadi perbedaan sudut pandang tentang sistematika penulisannya. Dalam sebuah seminar atau pelatihan dinyatakan bahwa sistematika penulisan RPP adalah sesuatu yang tidak mutlak, yang dipentingkan adalah unsur-unsur yang disyaratkan sudah terpenuhi. Tetapi dalam sebuah forum yang lain, sebagai contoh dalam sertifikasi guru, penulisan RPP benar-benar merupakan suatu yang dibakukan. Di satu sisi dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran sudah termaktup dalam indikator, sehingga tidak perlu lagi dinyatakan secara ekplisit. Tetapi di sisi yang lain tujuan pembejalaran harus benar-benar dinyatakan secara eksplisit, karena berbeda dengan indikator.
Hal-hal seperti ini menjadikan sebuah kontaminasi pemahaman terhadap konsep pembelajaran yang cukup runyam dan jelas membingungkan. Belum lagi dengan pergeseran kurikulum yang terus-menerus mengalami perubahan tanpa memperhatikan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Menyikapi hal tersebut penyiapan sumber daya manusia dari tenaga pengajar merupakan faktor utama dan mutlak yang harus mendapat perhatian terlebih dahulu jika ingin menghasilkan sebuah produk/output sebagaimana yang diharapkan oleh perubahan kurikulum yang dimaksud. Sementara kita ketahui bahwa kenyataan di lapangan banyak sekali tenaga pengajar yang dapat dikatakan masih belum memenuhi kelayakan secara kualitas. Secara formalitas, dalam hal ini ijazah dan tingkat pendidikan dan akta memang memenuhi syarat, tetapi dalam hal penguasaan keterampilan dan pengetahuan dasar minimal yang seharusnya dimiliki oleh seorang tenaga pengajar kadang masih sangat jauh dari yang diharapkan. Tentu saja hal seperti ini sangat memprihatinkan.
Sebagai sebuah contoh adalah bagaimana rendahnya kompetensi seorang guru atau tenaga pengajar dalam hal penguasaan teknologi pendidikan/pengajaran, teknologi informasi, dan bahasa asing. Data statistik di sebuah sekolah sebagaimana yang penulis teliti menunjukkan seuatu hal yang sangat memprihatinkan. Katakanlah dalam sebuah lembaga pendidikan menengah atas mempunyai 65 orang tenaga pengajar. Jika dipersentase akan dapat menunjukkan gambaran yang sangat memprihatinkan. Hampir sebagian besar dari sejumlah tenaga pengajar tersebut tidak mempunyai kompetensi sebagaimana yang diharapkan.
Keadaan ini merupakan akibat dari berbagai macam kondisi yang bersifat internal dan eksternal dari seorang tenaga pengajar di instansi tersebut. Kondisi internal tentu saja benar-benar bergantung pada kemampuan individual dari masing-masing personal. Kemampuan ini bisa berupa rendahnya tingkat intelektual atau rendahnya minat untuk mengembangkan diri. Dan yang paling parah disebabkan oleh kemalasan karena tidak adanya stimulus yang bisa membuat secara individu terpaksa harus mengembangkan diri. Rasa aman sebagai seorang pegawai negeri dengan kenaikan pangkat otomatis yang demikian mudah, karena bisa dilakukan dengan melakukan manipulasi data, juga dapat dikatakan sebagai salah satu faktor internal yang meninabobokan perkembangan kualitas sumber daya manusia tenaga pengajar.
Sedangkan salah satu contoh faktor eksternal adalah model penilaian akhir keberhasilan siswa dalam bentuk ujian nasional. Sistem ujian nasional yang dilaksanakan selama ini menjadikan srategi, pendekatan, metode, atau model pembelajaran apapun tidak lagi sesuai dengan ketentuannya. Hal ini terjadi karena yang dipentingkan pada akhirnya adalah hasil akhir bukan proses. Dalam pembicaraan forum ilmiah seperti seminar, workshop, simposium, lokakarya dan sejenisnya memang disampaikan bagaimana menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Tetapi tetap saja yang terjadi adalah drill atau pemberian bekal secara khusus kepada siswa agar berhasil dalam arti lulus ujian nasional. Ketakutan dan stress seorang guru, terutama guru mata pelajaran yang diujikan secara nasional adalah jika tidak berhasil membawa siswa didiknya menuju sukses ujian nasional. Keadaan ini benar-benar menjadi kondisi nyata di lapangan.

3. Memilih Model Pembelajaran Inovatif
Bagaimanapun untuk dapat mewujudkan suatu tujuan pembelajaran yang baik diperlukan sebuah rumusan teori belajar yang tepat. Mungkin akan muncul berbagai macam pertanyaan tentang keberadaan teori belajar. Mengapa kita memerlukan teori yang masih spekulatif, padahal akan lebih baik jika kita langsung berurusan dengan data-data konkret, faktual, dan empiris tentang belajar? Snelbecker (1974) dalam Teori-teori belajar, Ratna Wilis Dahar menyatakan bahwa perumusan teori itu bukan hanya penting, melainkan vital bagi psikologi dan pendidikan, untuk dapat maju dan berkembang, dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang itu.
Berbagai perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan selama ini senantiasa memicu tumbuh dan berkembangnya hal-hal baru yang berupa konsep. Konsep dasar tersebut sudah barang tentu berakar pada sebuah teori yang sudah ada sebelumnya. Apapun bentuk dan model teori pembelajaran yang berkembang dapat dipastikan mempunyai pola pikir atau paradigma tertentu dengansegala kelebihan dan kelemahannya. Untuk itu sebaiknya kita tidak terlalu terjebak dalam adu argumentasi demi memutuskan teori belajar mana yang paling unggul.
Berbagai pendekatan pembelajaran yang ditawarkan telah memberikan inspirasi pada diri kita untuk berpikir kritis. Mana yang tepat dan akan kita pilih sebagai metode pembelajaran mata pelajaran yang akan kita ajarkan pada para siswa. Dalam mengajarkan sebuah mata pelajaran tidak cukup hanya mengandalkan sebuah pendekatan pembelajaran. Materi “X” tepat sekali diajarkan dengan mempergunakan pendekatan keterampilan proses, tetapi dimungkinkan sangat lucu dan tidak tepat sasaran jika dipergunakan untuk mengajarkan materi “Y”. Mungkin materi “Y” sangat mungkin disampaikan dengan pendekatan contectual teaching learning (CTL). Bahkan adakalanya kita harus menggabungkan beberapa pendekatan pembelajaran untuk menyampaikan sebuah materi pembelajaran. Hal ini tampak nyata ketika kita sudah menurunkan metode pembelajaran dari pendekatan yang kita pergunakan. Sebuah metode yang biasanya kita turunkan dari pendekatan “A” bisa saja kita gabungkan dengan metode pembelajaran yang lain yang kita turunkan sebuah pendekatan “B”
Metode adalah cara guru menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa metode dapat dimanfaatkan guru mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks. Namun terdapat metode-metode khusus untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti metode bercerita, metode membaca, metode menulis dan lain-lain (Suprayekti, 2003: 13). Beberapa metode pembelajaran yang lazim dimanfatkan guru antara lain adalah sebagaimana tersebut di bawah ini.
a. Metode ceramah.
b. Metode demontrasi.
c. Metode diskusi.
d. Metode latihan.
e. Metode simulasi.
f. Metode eksperimen.
g. Metode bermain peran.
h. Metode sumbang saran.
i. Metode studi kasus, dll.

Penggunaan metode pembelajaran benar-benar bergantung pada spesifikasi mata pelajaran yang diajarkan oleh guru. Satu misal metode eksperimen tepat sekali dipergunakan pada pembelajaran Biologi, Kimia, dan Fisika, tetapi kurang tepat ada pembelajaran Bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sangat tepat jika dipergunakan metode bermain peran sekaligus digabung dengan metode demontrasi, demikian dan seterusnya.
Dalam hal memilih sebuah metode pembelajaran guru dituntut harus mampu mengambil keputusan yang tepat karena ketepatan pemilihan metode pembelajaran berkorelasi dengan hasil akhir pencapaian tujuan pembelajaran. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru sebelum menentukan pilihan terhadap metode pembelajaran adalah: (1) faktor guru, (2) faktor siswa, (3) faktor kurikulum, dan (4) faktor lingkungan. Faktor pertama adalah bagaimana guru mempunyai keterampilan mengajar, mengelola tahapan pembelajaran, dan kemampuan memanfaatkan metode. Seorang guru atau pengajar harus benar-benar menyadari batas kemampuan dirinya sebelumnya menentukan metode pembelajaran yang akan dipilihnya. Metode apapun yang dipilihnya harus disesuaikan dengan kemampuannya agar bisa memperoleh hasil yang maksimal. Faktor kedua adalah siswa sebagai subjek belajar atau pembelajar. Pada diri siswa yang harus diperhatikan bagaimana sebuah metode pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa baik secara umum maupun khusus. Sedangkan faktor kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam merumuskan tujuan dan mengorganisasikan isi pembelajaran. Dan faktor lingkungan merupakan latar konteks terjadinya pengalaman belajar. Pada faktor ini perlu diperhatikan lingkungan fisik dan lingkungan nonfisik yang menunjang situasi interaksi belajar mengajar secara maksimal. Dalam hal ini sangat perlu diperhatikan adalah sarana dan prasarana sebagai fasilitas pembelajaran. Sebagai sebuah contoh tidak mungkin kita memilih metode dan pendekatan audio visual jika tidak tersedia fasilitas laboratorium multimedia.
Menentukan sebuah metode pembelajaran yang inovatif memang menjadi sebuah kebutuhan mutlak dalam proses belajar mengajar. Mengapa harus inovatif? Fakta menunjukkan bahwa pada kenyataannya metode pembelajaran yang statis, monoton, dan konvensional cenderung tidak diminati oleh siswa didik. Padahal salah satu faktor penentu keberhasilan proses pembelajaran adalah siswa. Dengan demikian rasa ketertarikan siswa baik terhadap penampilan guru, kompetensi guru, maupun cara guru menyampaikan materi pelajaran harus mendapat perhatian yang maksimal.

4. Penutup
Merancang sebuah strategi pembelajaran yang tepat guna harus mampu mencerminkan sebuah konsep pola pikir yang jelas dan mempunyai dasar yang dapat diyakini kesahihannya. Berbagai macam teori pembelajaran yang ditawarkan bisa menjadi bahan referensi bagi seorang guru untuk menentukan konsep pembelajaran yang tepat bagi para siswanya. Untuk bisa merancang sebuah konsep pembelajaran yang baik diperlukan kompetensi standar seeorang guru. Kompetensi standar yang dimaksud pada masa ini yaitu kemampuan menguasai strategi pembelajaran, penguasaan bahasa asing, dan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi di samping kemampuan pedagogi yang memang harus dikuasai.
Kondisi pembelajaran yang sangat bervariasi dengan segala bentuk kekurangan dan kelebihannya menuntut seorang guru untuk dapat menemukan sebuah pola pembelajaran yang inovatif dan menarik. Kearifan dalam menanggapi berbagai masalah dalam bidang pengajaran merupakan modal utama dalam rangka mengembangkan kemampuan diri. Kemampuan diri yang bagus akan dapat menyumbangkan kesuksesan pencapaian tujuan pembelajaran secara umum. Untuk itu sangat disarankan agar kita senantiasa mau dan bisa mengikuti segala bentuk perubahan dan perkembangan. Dengan mengikuti perubahan kita tidak akan tergilas oleh perubahan itu sendiri. Pada hakikatnya semua perubahan adalah untuk meraih sesuatu yang jauh lebih dan lebih sempurna.
Penerapan interaksi belajar mengajar secara spesifik dimaksudkan untuk memberikan gambaran bahwea apa yang telah dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran harus direncanakan secara sistematis dan terpola. Dengan demikian akan terjalin hubungan yang signifikan antara komponen perencanaan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suprayekti. 2003.Interaksi Belajar Mengajar.Surabaya: Balai Penataran Guru Jawa Timur.

Rabu, 05 Mei 2010

UNAS BUKAN TUJUAN AKHIR

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini dapat dikatakan senantiasa berpacu dengan waktu untuk mengejar ketertinggalan dengan negara tetangga. Ketertinggalan perkembangan dunia pendidikan kita tampaknya memicu sikap yang kadang dapat dikatakan hiperbola. Kondisi ini sebenarnya merupakan efek dari latar sosial budaya di negara kita yang kadang menjadikan kita sebagai orang yang cenderung apatis dan pasif. Kondisi ini masih terus merebak sampai pada generasi bangsa yang kini masih sedang duduk di pendidikan tingkat atas dan pendidikan tinggi. Banyak pelajar setingkat SMA yang hanya sekedar memenuhi kewajiban untuk datang ke sekolah tanpa disertai rasa tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas diri. Demikian pula di tingkat pendidikan tinggi banyak mahasiswa yang lebih merasa menjadi mahasiswa jika sudah terlibat dalam kegiatan-kegiatan demontrasi turun ke jalan dengan orasi-orasi keras mereka.
Menyikapi kondisi yang demikian ini banyak lembaga pendidikan yang mengambil langkah penyelamatan dengan versi yang kadang justru menimbulkan pro dan kontra yang berkepanjangan dan tidak berujung pada sebuah solusi. Langkah-langkah dalam bentuk apapun pada dasarnya merupakan bentuk kepedulian terhadap keberhasilan generasi penerus bangsa ini. Sementara itu pro dan kontra justru menimbulkan permasalahan baru yang sangat tidak menguntungkan bagi pembinaan pengembangan kualitas generasi penerus. Budaya pro dan kontra yang terwarisi dari pendahulu semakin semarak dan tumbuh subur seiring dengan berlangsungnya orde reformasi yang seakan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Disadari atau tidak kondisi tersebut menjadi sebuah bentuk contoh terapan yang sangat melekat pada diri generasi bangsa.
Tidak jauh dari masalah tersebut, sebagai sebuah contoh yang senantiasa menjadi bahan perdebatan sepanjang tahun adalah masalah penyelenggaraan ujian nasional. Pro dan kontra adanya ujian nasional menjadi sebuah polemik yang cukup menarik untuk disimak. Pergantian kebijakan yang dilandasi niat untuk memperbaiki keadaan justru menjadi sesuatu yang menghambat perkembangan tersebut. Sebagian pihak merasa ujian nasional adalah sesuatu yang berseberangan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan, sebagian pihak masih beranggapan bahwa ujian nasional sangat perlu sabagai standar uuran kompetensi siswa baik tingkat sekolah, regional, maupun nasional. Dan sebagaimana kita ketahui pada akhirnya pemerintah memutuskan bahwa ujian nasional dipandang masih sangat perlu dilaksanakan.
Keputusan pemerintah tersebut kembali menjadikan banyak lembaga pendidikan, ribuan pendidik, dan ratusan bahkan jutaan siswa panik dan ketakutan karena ancaman ketidak berhasilan alias tidak lulus ujian nasional. Kepanikan dan ketakutan membuahkan kecerdasan untuk melakukan antisipasi baik yang bersifat positif maupun negatif. Bahkan tidak jarang terjadi kecurangan dilakukan untuk mendapatkan sebuah kata yang sangat disakralkan yaitu “LULUS”. Padahal lulus dalam ujian nasional bukan satu-satunya tujuan akhir dari sebuah proses pembelajaran yang sangat panjang. Bagi siswa SMA/SMK lulus ujian nasional bukan berarti selesai. Masih banyak proses yang harus dilalui untuk meraih keberhasilan. Tes masuk perguruan tinggi atau bekerja.
Kadang tidak terpikir bahwa satu kali saja hal negatif kita lakukan, maka akan berdampak negatif pada apapun yang akan kita lakukan pada masa mendatang. Jadi kerugian besar sebenarnya akan menghadang jika kita melakukan kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional. Berhasil dalam menempuh ujian nasional jelas bukan merupakan tujuan akhir yang harus didewakan. Lantas mengapa kita harus melakukan berbagai macam hal yang jelas akan merugikan diri sendiri?
Tetapi satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa semua hal yang terjadi di hadapan kita tidak bisa dilepaskan dari adanya sistem yang mengikat keseimbangan alam. Hukum sebab akibat akan terus mendesak kita. Mengapa setiap sekolah harus mampu meluluskan siswanya dengan target seratus persen dalam ujian nasional? Mengapa semua siswa harus berhasil dalam menempuh ujian nasional? Mengapa ada tuntutan semacam itu? Padahal seperti yang terjadi pada waktu-waktu sebelumnya, ketika seseorang dituntut untuk mampu melaksanakan sesuatu dengan target tertentu maka ia akan mampu pula melakukan berbagai manipulasi. Nah betapa mengerikan jika semua tuntutan pada akhirnya harus berbuah manipulasi untuk memenuhinya (AH).

Como Baixar