TERNYATA
MENJADI GURU ITU UNIK
Oleh
Agus Harianto, M.Pd.
Bidang
pendidikan merupakan salah satu bagian dari kehidupan berbangsa ini yang harus
melakukan penataan ulang sistemnya. Bertepatan dengan pejabat baru di
kementerian yang mengunggah banyak kebijakan baru melalui merdeka belajar,
dunia pendidikan Indonesia benar-benar mengalami guncangan yang cukup membuat banyak orang tersengat.
Keterkejutan yang bersifat kolosal ini tidak hanya dialami oleh praktisi
pendidikan saja, melainkan semua stake
holder juga merasakannya. Banyak pihak merasakan betapa perubahan karena
kebijakan yang diambil oleh kementerian mampu membuat sebuah momen baru yang
tampaknya akan merujuk pada perubahan kurikulum.
Perubahan
kurikulum merupakan sebuah keniscayaan. Jadi sangat mungkin terjadi perubahan
kurikulum yang memang sudah waktunya mengalami penyesuaian. Berbagai persiapan
yang dilakukan pemerintah dalam upaya penyesuaian atau perubahan kurikulum pada
akhirnya memang akan berdampak munculnya pro dan kontra baik di kalangan intern
maupun ekstern. Perbedaan pendapat yang dilandasi berbagai kepentingan pasti
akan mewarnai pergeseran, penyesuaian, atau perubahan ini. Kepentingan yang
sesuai dengan kebijakan terbaru akan bisa selaras sejalan, sebaliknya adalah
jika sebuah kepentingan bertolak belakang dengan kebijakan terbaru maka dipastikan akan
terjadi penolakan dengan berbagai cara.
Salah
satu kebijakan dalam bidang pendidikan adalah pembelajaran jarak jauh dalam
jaringan. Pembelajaran model seperti ini tentu saja merupakan salah satu
alternatif solusi yang baik dan bijak dalam masa pandemi covid 19 ini. Namun
sebaik apapun kebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah tentunya tetap saja
akan melahirkan pro dan kontra di masyarakat. Perbedaan pandangan berbasis
kepentingan senantiasa menjadi alasan dan latar belakang yang kuat untuk
melahirkan berbagai macam pemikiran yang akan berpihak pada kelompok pro atau
kontra.
Pembelajaran
jarak jauh yang sudah beberapa bulan terakhir ini dilaksanakan benar-benar
membuka peluang pemikiran dan pandangan baru bagi semua orang terutama yang
berkecimpung langsung dalam dunia pendidikan. Pembelajaran tidak lagi bisa
secara penuh dilaksanakan di sekolah sebagaimana mestinya. Dengan demikian
dapat dipastikan betapa pontang-pantingnya orang tua untuk mendampingi
putra-putri mereka di rumah dalam proses belajar jarak jauh yang dilaksanakan
oleh sekolah atau guru. Mungkin tidak terlalu bermasalah jika putra-putri
mereka sudah tingkat SMP/SMA/SMK. Namun bisa dibayangkan jika yang harus
didampingi masih tingkat PAUD dan SD. Padahal jika dihitung dapat dipastikan
jumlah pelajar di tingkat PAUD dan SD pasti lebih banyak daripada tingkat di
atasnya. Tentu terjadi fenomena gegap gempita berkaitan dengan keberatan orang
tua ketika putra-putri mereka harus secara penuh belajar di rumah.
Sebagaimana
yang sudah sering kita dengar banyak tuntutan dari pihak orang tua kepada
sekolah agar segera membuka kembali pembelajaran secara tatap muka di sekolah.
Sementara bagi sekolah tidak semudah itu melaksanakan pembelajaran tatap muka
dalam kondisi pandemi covid 19 sebagaimana kita alami bersama ini. Banyak hal
dan prosedur yang harus dijalani oleh sekolah untuk melaksanakan pembelajaran
tatap muka sebagaimana tuntutan orang tua tersebut. Sudah barang tentu pada
akhirnya banyak orang tua yang terpaksa harus menerima kondisi tersebut. Nah di
sinilah tampaknya mulai terpikir berbagai macam hal berkaitan dengan betapa
beratnya tugas yang harus diemban oleh seorang guru di sekolah untuk mendidik dan
mengajar putra-putri bangsa ini.
Menjadi
guru di Indonesia ini memang unik, sangat kompleks tugas yang harus diemban
baik secara adminitratif maupun dalam proses pembelajaran dan penilaian. Dalam
hal pembelajaran, kelengkapan adminitrasi merupakan tuntutan profesional yang
harus dipenuhi mulai dari melaksanakan analisis kompetensi inti dan kompetensi
dasar, merancang silabus, membuat program tahunan/semester, mengembangkan RPP,
menulis soal sampai dengan mengadakan berbagai macam analisis berkaitan dengan
pembelajaran dan penilaian. Di dalam kelas, seorang guru dituntut selain dapat
bersikap sangat profesional sebagai pengajar juga harus mampu melaksanakan
proses pendidikan yang tidak mudah dalam kondisi yang sangat beragam bergantung
dengan perbedaan karakteristik daerah dan peserta didik.
Bahkan
ketika seorang guru harus mendidik dan mengajar putra-putri mereka sendiri di
rumah, ternyata juga mengalami banyak permasalahan dan hambatan yang tidak
mudah untuk dicari solusinya. Maka bisa dibayangkan jika orang tua yang tidak
berprofesi sebagai seorang guru. Dari sinilah sisi positif berkaitan dengan
pandangan terhadap profesi seorang guru mulai bermunculan. Tidak salah jika
tunjangan sertifikasi pendidik yang diberikan kepada guru. Sangat layak jika secara
profesional guru mendapatkan tunjangan tersebut. Pandangan miring terhadap guru
bahwa tunjangan profesi tersebut tidak bisa meningkatkan kualitas kinerja atau
tidak linier dengan kompetensi dan keluaran (outcome) benar-benar tidak adil dan tanpa dasar yang jelas. Mungkin
saja pandagan tersebut benar, tetapi sangat mungkin tidak bisa diberlakukan
secara umum (generalisasi).
Tugas-tugas
guru sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundangan tentu saja
merupakan tuntutan dan kewajiban yang memang bersifat mutlak harus dipenuhi oleh
seorang guru. Guru bertugas sebagai
pengajar, pembimbing, dan administrator. Ketiga tugas tersebut merupakan tugas
pokok profesi yang melekat pada guru. Tentu saja hal tersebut bukan hal yang
bisa dikatakan mudah. Menjadi seorang pengajar, pembimbing, sekaligus
administrator dapat dipastikan akan membutuhkan energi yang luar biasa. Bahkan
sering juga diketahui bahwa seorang guru masih harus menyelesaikan
tugas-tugasnya walaupun sudah berada di tengah-tengah keluarganya. Apalagi
dalam masa pandemi seperti ini hampir semua waktu di rumah adalah untuk layanan
pembelejaran dalam jaringan.
Kenyataan
ini menunjukkan betapa sebenarnya guru merupakan profesi yang sungguh unik dan sangat
kompleks permasalahan yang harus dihadapinya. Berbagai macam kebijakan dan
tuntutan yang kadang saling bertolak belakang memerlukan daya pikir yang tinggi
dan penyikapan yang sangat arif. Kompleksitas dan kontroversi dalam profesi
guru merupakan bentuk nyata betapa uniknya sebenarnya profesi seorang guru.
Akan lebih unik dan cenderung memprihatinkan jika kita sedikit membuka
cakrawala kenyataan pendidikan di daerah pedalaman dan tertinggal.
Guru
tidak mungkin hanya sekadar menyampaikan materi di dalam kelas dan selesai.
Keberadaan seorang guru di kelas merupakan salah satu bagian saja dalam tugas
profesi guru. Kelas dalam sudut pandang seorang guru tentunya bukan sekedar
yang dibatasi oleh dinding, ukuran luas sebuah bangunan yang dilengkapi dengan
papan tulis, meja kursi, dan berbagai properti lainnya, melainkan sudah dalam
pengertian yang sangat luas. Sebuah tempat yang nyaman untuk belajar bagi
sekelompok peserta didik misalnya taman sekolah, perpustakaan, bahkan kantin
sekolah pun bisa dikatakan sebuah kelas. Malah secara absurd sekarang kita kenal
kelas dalam dunia maya alias kelas dalam jaringan untuk pembelajaran secara online. Dengan kelas maya ini benar-benar tidak ada lagi
batasan ruang dan waktu bagi guru dan peserta didik untuk berinterakasi dalam
pembelajaran.
Di
antara padatnya tugas pembelajaran, pembimbingan, dan adminitrasi, guru masih
harus senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan dan menyisipkan nilai-nilai
pendidikan dalam segala bentuk yang memungkinkan. Lepas dari tugas-tugas
tersebut masih ada lagi hal yang tidak bisa diabaikan adalah jika seorang guru mendapat
tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah, kepala perpustakaan, kepala
laboratorium, wali kelas, dll. Tentu saja hal tersebut merupakan bagian dari
tugas professional yang memang harus diemban dengan baik.
Tuntutan
kompetensi seorang guru memang cukup kompleks, meliputi kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut merupakan
satu kesatuan tidak bisa dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Kompetensi
tersebut melekat pada diri guru dalam pemenuhan tugas pokok dan fungsinya. Hal
ini tentu saja tidak semuanya bisa diketahui dan dimengerti oleh orang
tua/wali. Masih banyak yang menganggap bahwa profesi guru adalah profesi yang
mudah dan tidak menjadi pilihan utama.
Ketika
pandemi covid 19 melanda dunia dan kebijakan pembelajaran jarak jauh digulirkan
oleh pemerintah, orang tua/wali mulai menyadari ternyata untuk menjalani
profesi sebagai seorang guru bukanlah hal yang mudah. Orang tua/wali di rumah
hanya mendampingi putra-putrinya ketika sedang belajar secara online, tidak perlu memperhatikan segala
hal yang berkaitan dengan kompetensi guru. Ternyata yang terjadi banyak sekali
keluhan tentang sulit dan beratnya mendampingi anak-anak dalam belajar di
rumah. Secara umum memang mendampingi anak-anak belajar terutama untuk
anak-anak tingkat dasar sangat sulit karena mereka belum memiliki kemampuan
dasar dan rasa tanggung jawab kuat. Namun demikian bukan berarti anak-anak
tingkat lanjutan tidak perlu mendapat perhatian dan pendampingan orang
tua/wali.
Banyaknya pendapat dan isu tentang pembelajaran jarak jauh, pertanyaan tentang kapan pembelajaran dalam jaringan ini berakhir, dan sampai kapan pemerintah akan sanggup memberikan bantuan kuota data internet kepada seluruh peserta didik/mahasiswa, guru, dan dosen, semakin memperkuat sudut pandang stake holder bahwa memang menjadi guru itu tidak mudah. Profesi unik yang bisa menentukan bentuk karakteristik bahkan jati diri anak bangsa ini harus mendapat perhatian lebih baik lagi jika ingin kualitas pendidikan di negeri ini semakin membaik dan bisa bersaing di kancah dunia internasional.