Kamis, 28 Januari 2021

 

TERNYATA MENJADI GURU ITU UNIK

Oleh

 Agus Harianto, M.Pd.

 

Masa pandemi covid 19 ternyata membuka banyak simpul kehidupan yang selama ini tertutup. Banyak orang merasakan bahwa pandemi covid 19 membuat keresahan dan kekacauan dalam segala sisi kehidupan. Seakan semua hal yang sudah tertata menjadi kacau berantakan dan tidak beraturan lagi. Dan ketidakteraturan ini sudah barang tentu menjadikan sistem yang sudah berjalan sesuai dengan rel menjadi lepas dari jalur. Akibatnya tentu saja banyak penyimpangan yang sengaja dilakukan untuk melakukan penyelamatan atau penyimpangan yang memang secara tidak disengaja terjadi.  Namun satu hal yang harus diakui dengan jujur bahwa banyak pula hal menguntungkan sebagai simpul baru di era pandemi ini.

 

Bidang pendidikan merupakan salah satu bagian dari kehidupan berbangsa ini yang harus melakukan penataan ulang sistemnya. Bertepatan dengan pejabat baru di kementerian yang mengunggah banyak kebijakan baru melalui merdeka belajar, dunia pendidikan Indonesia benar-benar mengalami guncangan  yang cukup membuat banyak orang tersengat. Keterkejutan yang bersifat kolosal ini tidak hanya dialami oleh praktisi pendidikan saja, melainkan semua stake holder juga merasakannya. Banyak pihak merasakan betapa perubahan karena kebijakan yang diambil oleh kementerian mampu membuat sebuah momen baru yang tampaknya akan merujuk pada perubahan kurikulum.

Perubahan kurikulum merupakan sebuah keniscayaan. Jadi sangat mungkin terjadi perubahan kurikulum yang memang sudah waktunya mengalami penyesuaian. Berbagai persiapan yang dilakukan pemerintah dalam upaya penyesuaian atau perubahan kurikulum pada akhirnya memang akan berdampak munculnya pro dan kontra baik di kalangan intern maupun ekstern. Perbedaan pendapat yang dilandasi berbagai kepentingan pasti akan mewarnai pergeseran, penyesuaian, atau perubahan ini. Kepentingan yang sesuai dengan kebijakan terbaru akan bisa selaras sejalan, sebaliknya adalah jika sebuah kepentingan bertolak belakang dengan  kebijakan terbaru maka dipastikan akan terjadi penolakan dengan berbagai cara.

Salah satu kebijakan dalam bidang pendidikan adalah pembelajaran jarak jauh dalam jaringan. Pembelajaran model seperti ini tentu saja merupakan salah satu alternatif solusi yang baik dan bijak dalam masa pandemi covid 19 ini. Namun sebaik apapun kebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah tentunya tetap saja akan melahirkan pro dan kontra di masyarakat. Perbedaan pandangan berbasis kepentingan senantiasa menjadi alasan dan latar belakang yang kuat untuk melahirkan berbagai macam pemikiran yang akan berpihak pada kelompok pro atau kontra.

Pembelajaran jarak jauh yang sudah beberapa bulan terakhir ini dilaksanakan benar-benar membuka peluang pemikiran dan pandangan baru bagi semua orang terutama yang berkecimpung langsung dalam dunia pendidikan. Pembelajaran tidak lagi bisa secara penuh dilaksanakan di sekolah sebagaimana mestinya. Dengan demikian dapat dipastikan betapa pontang-pantingnya orang tua untuk mendampingi putra-putri mereka di rumah dalam proses belajar jarak jauh yang dilaksanakan oleh sekolah atau guru. Mungkin tidak terlalu bermasalah jika putra-putri mereka sudah tingkat SMP/SMA/SMK. Namun bisa dibayangkan jika yang harus didampingi masih tingkat PAUD dan SD. Padahal jika dihitung dapat dipastikan jumlah pelajar di tingkat PAUD dan SD pasti lebih banyak daripada tingkat di atasnya. Tentu terjadi fenomena gegap gempita berkaitan dengan keberatan orang tua ketika putra-putri mereka harus secara penuh belajar di rumah.

Sebagaimana yang sudah sering kita dengar banyak tuntutan dari pihak orang tua kepada sekolah agar segera membuka kembali pembelajaran secara tatap muka di sekolah. Sementara bagi sekolah tidak semudah itu melaksanakan pembelajaran tatap muka dalam kondisi pandemi covid 19 sebagaimana kita alami bersama ini. Banyak hal dan prosedur yang harus dijalani oleh sekolah untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka sebagaimana tuntutan orang tua tersebut. Sudah barang tentu pada akhirnya banyak orang tua yang terpaksa harus menerima kondisi tersebut. Nah di sinilah tampaknya mulai terpikir berbagai macam hal berkaitan dengan betapa beratnya tugas yang harus diemban oleh seorang guru di sekolah untuk mendidik dan mengajar putra-putri bangsa ini.

Menjadi guru di Indonesia ini memang unik, sangat kompleks tugas yang harus diemban baik secara adminitratif maupun dalam proses pembelajaran dan penilaian. Dalam hal pembelajaran, kelengkapan adminitrasi merupakan tuntutan profesional yang harus dipenuhi mulai dari melaksanakan analisis kompetensi inti dan kompetensi dasar, merancang silabus, membuat program tahunan/semester, mengembangkan RPP, menulis soal sampai dengan mengadakan berbagai macam analisis berkaitan dengan pembelajaran dan penilaian. Di dalam kelas, seorang guru dituntut selain dapat bersikap sangat profesional sebagai pengajar juga harus mampu melaksanakan proses pendidikan yang tidak mudah dalam kondisi yang sangat beragam bergantung dengan perbedaan karakteristik daerah dan peserta didik.

Bahkan ketika seorang guru harus mendidik dan mengajar putra-putri mereka sendiri di rumah, ternyata juga mengalami banyak permasalahan dan hambatan yang tidak mudah untuk dicari solusinya. Maka bisa dibayangkan jika orang tua yang tidak berprofesi sebagai seorang guru. Dari sinilah sisi positif berkaitan dengan pandangan terhadap profesi seorang guru mulai bermunculan. Tidak salah jika tunjangan sertifikasi pendidik yang diberikan kepada guru. Sangat layak jika secara profesional guru mendapatkan tunjangan tersebut. Pandangan miring terhadap guru bahwa tunjangan profesi tersebut tidak bisa meningkatkan kualitas kinerja atau tidak linier dengan kompetensi dan keluaran (outcome) benar-benar tidak adil dan tanpa dasar yang jelas. Mungkin saja pandagan tersebut benar, tetapi sangat mungkin tidak bisa diberlakukan secara umum (generalisasi).

Tugas-tugas guru sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundangan tentu saja merupakan tuntutan dan kewajiban yang memang bersifat mutlak harus dipenuhi oleh seorang guru.  Guru bertugas sebagai pengajar, pembimbing, dan administrator. Ketiga tugas tersebut merupakan tugas pokok profesi yang melekat pada guru. Tentu saja hal tersebut bukan hal yang bisa dikatakan mudah. Menjadi seorang pengajar, pembimbing, sekaligus administrator dapat dipastikan akan membutuhkan energi yang luar biasa. Bahkan sering juga diketahui bahwa seorang guru masih harus menyelesaikan tugas-tugasnya walaupun sudah berada di tengah-tengah keluarganya. Apalagi dalam masa pandemi seperti ini hampir semua waktu di rumah adalah untuk layanan pembelejaran dalam jaringan.

Kenyataan ini menunjukkan betapa sebenarnya guru merupakan profesi yang sungguh unik dan sangat kompleks permasalahan yang harus dihadapinya. Berbagai macam kebijakan dan tuntutan yang kadang saling bertolak belakang memerlukan daya pikir yang tinggi dan penyikapan yang sangat arif. Kompleksitas dan kontroversi dalam profesi guru merupakan bentuk nyata betapa uniknya sebenarnya profesi seorang guru. Akan lebih unik dan cenderung memprihatinkan jika kita sedikit membuka cakrawala kenyataan pendidikan di daerah pedalaman dan tertinggal.

Guru tidak mungkin hanya sekadar menyampaikan materi di dalam kelas dan selesai. Keberadaan seorang guru di kelas merupakan salah satu bagian saja dalam tugas profesi guru. Kelas dalam sudut pandang seorang guru tentunya bukan sekedar yang dibatasi oleh dinding, ukuran luas sebuah bangunan yang dilengkapi dengan papan tulis, meja kursi, dan berbagai properti lainnya, melainkan sudah dalam pengertian yang sangat luas. Sebuah tempat yang nyaman untuk belajar bagi sekelompok peserta didik misalnya taman sekolah, perpustakaan, bahkan kantin sekolah pun bisa dikatakan sebuah kelas. Malah secara absurd sekarang kita kenal kelas dalam dunia maya alias kelas dalam jaringan untuk pembelajaran secara online. Dengan  kelas maya ini benar-benar tidak ada lagi batasan ruang dan waktu bagi guru dan peserta didik untuk berinterakasi dalam pembelajaran.

Di antara padatnya tugas pembelajaran, pembimbingan, dan adminitrasi, guru masih harus senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan dan menyisipkan nilai-nilai pendidikan dalam segala bentuk yang memungkinkan. Lepas dari tugas-tugas tersebut masih ada lagi hal yang tidak bisa diabaikan adalah jika seorang guru mendapat tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, wali kelas, dll. Tentu saja hal tersebut merupakan bagian dari tugas professional yang memang harus diemban dengan baik.

Tuntutan kompetensi seorang guru memang cukup kompleks, meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut merupakan satu kesatuan tidak bisa dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Kompetensi tersebut melekat pada diri guru dalam pemenuhan tugas pokok dan fungsinya. Hal ini tentu saja tidak semuanya bisa diketahui dan dimengerti oleh orang tua/wali. Masih banyak yang menganggap bahwa profesi guru adalah profesi yang mudah dan tidak menjadi pilihan utama.

Ketika pandemi covid 19 melanda dunia dan kebijakan pembelajaran jarak jauh digulirkan oleh pemerintah, orang tua/wali mulai menyadari ternyata untuk menjalani profesi sebagai seorang guru bukanlah hal yang mudah. Orang tua/wali di rumah hanya mendampingi putra-putrinya ketika sedang belajar secara online, tidak perlu memperhatikan segala hal yang berkaitan dengan kompetensi guru. Ternyata yang terjadi banyak sekali keluhan tentang sulit dan beratnya mendampingi anak-anak dalam belajar di rumah. Secara umum memang mendampingi anak-anak belajar terutama untuk anak-anak tingkat dasar sangat sulit karena mereka belum memiliki kemampuan dasar dan rasa tanggung jawab kuat. Namun demikian bukan berarti anak-anak tingkat lanjutan tidak perlu mendapat perhatian dan pendampingan orang tua/wali.

Banyaknya pendapat dan isu tentang pembelajaran jarak jauh, pertanyaan tentang kapan pembelajaran dalam jaringan ini berakhir, dan sampai kapan pemerintah akan sanggup memberikan bantuan kuota data internet kepada seluruh peserta didik/mahasiswa, guru, dan dosen, semakin memperkuat sudut pandang stake holder bahwa memang menjadi guru itu tidak mudah. Profesi unik yang bisa menentukan bentuk karakteristik bahkan jati diri anak bangsa ini harus mendapat perhatian lebih baik lagi jika ingin kualitas pendidikan di negeri ini semakin membaik dan bisa bersaing di kancah dunia internasional.

(Dimuat di Parja Post Edisi 105/20 Nov.- 5 Des. 2020)

Como Baixar