Senin, 24 November 2008

MENYIMAK MEDIA PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

Pendahuluan
Perkembangan dunia pendidikan dewasa ini menuntut berbagai macam pemenuhan sebagai penyeimbang dan katalisator untuk mempercepat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Banyak sekali permasalahan yang mengharuskan segera ada perhatian khusus. Pergantian dan pergeseran kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 merupakan sebuah indikasi bahwa ada kecenderungan perkembangan positif dunia pendidikan di Indonesia.
Timbulnya pemikiran baru untuk mengubah pola pikir lama yang behaviorisme menjadi pola pikir konstruktivisme memicu munculnya beragam model dan teknik pembelajaran. Beragamnya model pembelajaran yang ada menimbulkan kekacauan atau kerancuan bagi para guru. Hal ini menimbulkan menimbulkan kesenjangan sosial yang cukup mencolok di antara para guru. Guru dengan inovasi dan kreativitas tinggi akan tampak mempunyai kinerja yang bagus dibandingkan dengan guru yang kurang atau tidak mempunyai inovasi dan kreativitas.
Di samping itu faktor intelegensi peserta didik tampaknya tidak bisa ianggap remeh. Semakin tinggi intelegensi peserta didik tentunya akan mempunyai kemampuan yang lebih untuk mengikuti berbagai model pembelajaran yang direncanakan guru dibandingkan dengan peserta didik lain yang berintelegensi rendah. Menghadapi hal seperti ini saja, guru harus mampu menganalisis dan menentukan model pembelajaran yang paling tepat untuk peserta didiknya. Keberagaman kemampuan siswa ini tidak boleh dijadikan alasan ketidakberhasilan suatu proses pembelajaran. Justru keberagaman ini harus bisa memunculkan berbagai macam model dan pola pikir baru demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Kemampuan siswa yang berbeda tersebut harus disikapi dengan bijak. Bagaimana pelayanan kepada siswa auditorial, visual, dan kinestetik? Pengembangan media pembelajaran bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif jawaban. Media pembelajaran yang tepat dan akurat akan mampu mendongkrak prestasi belajar siswa. Tentu saja pengembangan media pembelajaran ini harus sesuai dengan kemampuan diri peserta didik.
Ketersediaan dan pengembangan media pembelajaran di SMA merupakan hal penting yang menarik untuk dibicarakan. Dalam hal ini belum banyak penelitian dan pengkajian yang spesifik. Sebagian besar kajian masih berupa deskripsi secara umum dari permasalahan yang ada. Sementara itu karakteristik yang mendetail tentang pola pengembangnya masih sangat umum. Hal ini menimbulkan kebingungan di antara sejumlah besar praktisi pendidikan di tingkat SMA. Padahal proses pembelajaran akan berhasil baik jika komunikasi terjalin dengan baik pula. Secara teoritis komunikasi bisa berhasil jika didukung oleh berbagai macam faktor, di antaranya adalah media yang dipergunakan dan dikembangkannya.



Pengertian Media Pembelajaran
Istilah media pembelajaran berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari ‘medium’ yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya adalah segala segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Istilah media ini sangat populer dalam bidang komunikasi. Proses belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi, sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran.
Banyak ahli yang memberikan batasan tentang media pembelajaran. AECT misalnya, mengatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan. Gagne mengartikan media sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Senada dengan itu, Briggs mengartikan media sebagai alat untuk memberikan perangsang bagi siswa agar terjadi proses belajar (Rahadi, 2003: 9-10). Sementara itu Ibrahim, dkk. (2003: 4) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Contoh media pembelajaran antara lain gambar, bagan, model, film, video, komputer, dan sebagainya

Fungsi Media Pembelajaran
Ditinjau dari proses pembelajaan sebagai proses komunikasi, maka fungsi media adalah sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) ke penerima (siswa). Sedangkan metode adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran. Ditinjau dari proses pembelajaran sebagai kegiatan interaksi antara siswa dan lingkungannya, maka fungsi media dapat diketahui berdasarkan adanya kelebihan media dan hambatan komunikasi yang mungkin timbul dalam proses pembelejaran sebagai berikut.
1) Kemampuan Fiksatif, artinya memiliki kemampuan untuk menangkap, menyimpan, dan kemudian menampilkan kembali suatu objek atau kejadian.
2) Kemampuan Manipulatif, artinya media dapat menampilkan kembali objek atau kejadian dengan berbagai macam perubahan (manipulasi) sesuai keperluan misalnya diubah ukurannya, kecepatannya, warnanya, serta dapat diulang-ulang penyajiannya.
3) Kemampuan Distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian yang serempak. Misalnya siaran televisi atau radio.
Berdasarkan kelebihan atau keistimewaan yang dimiliki media, dapat disimpulkan bahwa media mempunyai fungsi untuk menghindari hambatan proses pembelajaran. Hambatan yang dimaksudkan antara lain: menghindari terjadinya verbalisme, membangkitkan minat./motivasi, menarik perhatian siswa, mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan ukuran, mengaktifkan siswa, mengefektifkan pemberian rangsangan untuk belajar (Ibrahim, 2000: 5-8).

Klasifikasi Jenis Media Pembelajaran
Banyak sekali jenis media pembelajaran yang bisa dikembangkan oleh guru. Mulai dari media pembelajaran yang paling sederhana dan murah sampai dengan media yang sangat rumit/canggih serta mahal. Media pembelajaran dapat diproduksi sendiri oleh guru, dan dapat pula yang sudah merupakan produksi dari pabrik. Media pembelajaran ini dapat langsung diambil dari lingkungan sekitar tetapi ada pula media pembelajaran yang memang dengan sengaja dirancang khusus untuk pembelajaran tertentu.
Meskipun media pembelajaran banyak ragamnya, namun kenyataannya tidak banyak jenis media yang biasa digunakan oleh guru di sekolah. Beberapa media yang paling akrab dan hampir semua sekolah memanfaatkan adalah media cetak (buku) dan papan tulis. Selain itu, banyak juga sekolah yang telah memanfaatkan jenis media lain seperti gambar, Overhead Projektor (OHP) dan objek-objek nyata. Sedangkan media lain seperti kaset audio, video, VCD, slide (film bingkai), program pembelajaran komputer masih jarang digunakan meskipun sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar guru (Rahadi, 2003: 20).
Rudy Bretz (1971) dalam Rahadi (2003:21) mengidentifikasi jenis-jenis media pembelajaran berdasarkan tiga unsur pokok yaitu: suara, visual, dan gerak. Berdasarkan tiga unsur tersebut, Bretz mengklasifikasikan media ke dalam tujuh kelompok, yaitu:
1) media audio,
2) media cetak,
3) media visual diam,
4) media visual gerak,
5) media audio visual semi gerak,
6) media semi gerak,
7) media audio visual diam,
8) media audio visual gerak.

Anderson (1976) dalam Rahadi (2003: 21-22) mengelompokkan media menjadi sepuluh golongan sebagaimana disajikan dalam tabel berikut.

No.
GOLONGAN MEDIA
CONTOH DALAM PEMBELAJARAN
1.
Audio
Kaset audio, siaran radio, CD, telepon
2.
Cetak
Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
3.
Audio-Cetak
Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
4.
Proyeksi Visual Diam
Overhad transparansi (OHT), film bingkai (slide)
5.
Proyeksi Audio Visual Diam
Film bingkai (slide) bersuara
6.
Visual Gerak
Film bisu
7.
Audio Visual Gerak
Film gerak bersuara, video/VCD, televisi
8.
Objek Fisik
Benda nyata, model, spesimen
9.
Manusia dan Lingkungan
Guru, pustakawan, laboran
10.
Komputer
CAI (pembelajaran berbantuan komputer, CBI (pembelajaran berbasis komputer)

Sementara itu dari sekian banyak media yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran, Henich, dkk. (1996) dalam Rahadi (2003: 23) menyatakan klasifikasi media pembelajaran yang lebih sederhana sebagai berikut:
1) media yang tidak diproyeksikan,
2) media yang diproyeksikan,
3) media audio,
4) media video,
5) media berbasis komputer, dan
6) multi media kit.

Dari beberapa pengelompokan media tersebut, kita dapat melihat bahwa hingga kini belum ada suatu pengelompokan media pembelajaran yang mencakup semua aspek, khususnya untuk pembelajaran. Pengnelompokan yang ada dilakukan atas bermacam-macam kepentingan. Masih ada pengelompokan yang dibuat oleh ahli lain. Namun apapun dasar yang digunakan dalam pemglompokan tersebut, yang jelas mempun yai tujuan yang sama, yaitu untuk memudahkan cara mempelajarinya.

Prinsip-prinsip Pemanfaatan Media Pembelejaran
Ada beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan media pembelajaran. Drs. Aristo Rahadi dalam bukunya yang berjudul Media Pembelajaran (2003: 42-43 menjelakan beberapa hal yang berhubungan dengan prinsip-prinsip pemanfaatan media pembelajaran sebagaimana diuraikan di bawah ini.
a) Setiap jenis media, memiliki kelebihan dan kelamahan. Tidak ada satu jenis media yang cocok untuk segala macam proses belajar dan dapat mencapai semua tujuan belajar. Ibaratnya tak ada obat yang manjur untuk semua jenis penyakit.
b) Penggunaan beberapa macam media bervariasi memang perlu. Namun harap diingat, bahwa penggunaan media yang terlalu banyak sekaligus dalam seuatu kegiatan pembelajaran, justru akan membingungkan siswa dan tidak memperjelas pembelajaran. Oleh karena itu gunakan media seperlunya, jangan berlebihan.
c) Penggunaan media harus dapat memperlalukan siswa secara aktif. Lebih baik menggunakan media sederhana yang dapat mengaktifkan seluruh siswa daripada media canggih namun justru membuat siswa kita terheran-heran pasif.
d) Sebelum media digunakan harus direncanakan secara matang dalam penyusunan rencana pelajaran. Tentukan bagian materi mana yang akan kita sajikan dengan bantuan media. Rencanakan bagaimana strategi dan teknik penggunaannya.
e) Hindari penggunaan media yang hanya dimaksudkan sebagai selingan atau sekedar pengisi waktu kosong saja. Jika siswa sadar bahwa media yang digunakan hanya untuk mengisi waktu kosong, maka kesan ini akan selalu muncul setiap kali guru menggunakan media. Penggunaan media yang sembarangan, asal-asalan, “daripada tidak dipakai” akan membawa akibat yang lebih buruk daripada tidak memakainya sama sekali.
f) Harus senantiasa dilakukan persiapan yang cukup sebelum penggunaan media. Kurangnya persiapan bukan saja membuat proses belajar mengajar tidak efektif dan efisien, melainkan justru mengganggu kelancaran proses pembelajaran. Hal ini terutama perlu diperhatikan ketika kita akan menggunakan media elektronik.


Masalah Pembelajaran dan Media Pembelajaran
Sarana dan Prasarana
Dalam sebuah lembaga pendidikan, sekecil apapun lembaga tersebut pasti memerlukan sarana dan prasarana. Keberadaan sarana dan prasarana merupakan suatu faktor yang mutlak harus ada. Tanpa faktor ini mustahil sebuah lembaga pendidikan bisa berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Dapat dikatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian program pendidikan adalah sarana dan prasarana yang cukup memadai. Segala fasilitas atau kemudahan dalam kemudahan dalam bentuk apapun akan sangat berarti bagi praktisi pendidikan. Sarana dan prasarana akan menjadi penghambat utama jika tidak pernah dipikirkan dan direncanakan pengadaannya.
Sarana dan prasarana merupakan perangkat keras (hard ware) yang dipergunakan sebagai wadah segala bentuk realisasi program yang merupakan perangkat lunaknya (soft ware). Dalam proses pembelajaran yang cenderung bersifat konstruktivisme, keberadaan sarana dan prasarana benar-benar mutlak harus diadakan. Program guru dalam bentuk program semester, silabus, dan RPP merupakan perangkat lunaknya sedangkan sarana dan prasarana yang diperlukan guru merupakan perangkat kerasnya. Masalah timbul manakala kebutuhan sarana prasarana tidak bisa terpenuhi secara layak dan memadai. Tentu saja keadaan ini akan mempersulit guru atau praktisi pendidikan.
Keberagaman Kemampuan Anak
Secara behavioristik kemampuan siswa merupakan sifat keturunan yang tidak bisa diubah. Begitu lahir setiap anak manusia sudah ditakdirkan membawa sifat keturunan dan kecerdasannya. Walaupun hal ini bertentangan dengan teori empirisme yang menyatakan bahwa bayi yang lahir itu seperti kertas putih polos yang siap dicoreti berbagai macam, bentuk dan hal, pada kenyataannya keberagaman yang muncul tidak bisa dilepaskan dari gen pembawa sifat keturunan. Keberagaman kemampuan anak didik ini menuntut kearifan dan kemampuan profesional seorang guru, bagaimana cara menghadapi masalah yang timbul karenanya.
Beberapa masalah keberagaman kemampuan siswa bisa ditentukan solusinya jika telah diketemukan jenis dan model keberagamannya. Keberagaman karakteristik tersebut bisa diklasifikasikan sebagai berikut: (1) keberagaman kemampuan intelektual, (2) keberagaman kemampuan sosial, (3) keberagaman kemampuan siswa dalam bidang seni dan keterampilan, dan (4) keberagaman kemampuan emosi siswa.
Jika guru sudah mampu menentukan pemetaan kelas dalam hal-hal di atas dimungkinkan solusi terhadap masalah ini dengan mudah bisa diatasi. Namun demikian kemampuan dan pengalaman guru benar-benar menjadi tumpuan utama dalam permasalahan ini. Bagaimana pun teori hanya landasan berpikir, kemampuan personal dan pengalaman lapangan lebih menentukan.

Guru dan Model Pembelajaran
Kemampuan/kualitas dan kuantitas guru merupakan polemik yang cukup membuat pening para praktisi dan pengelola pendidikan di tingkat sekolah. Bermula dari kemampuan dari kemampuan/kualitas, kelayakan, dan kuantitas sampai bagaimana model pembelajaran yang diterapkan merupakan agenda permasalahan yang harus mendapatkan perhatian serius. Sementara ini perhatian yang diberikan terhadap masalah ini seperti hanya sepibntas lalu saja. Perhatian yang kurang serius ini selalu menjadi bumerang bagi pengentasan masalah pendidikan.
Kebutuhan guru yang berkelayakan dalam arti pendidikan dan akta serta kualitasnya sampai saat ini dapat dikatakan belum ada keseimbangan antara keperluan dan realita. Kalaupun ada keseimbangan dalam hal jumlah, tidak ada keseimbangan kualitas. Banyak sekali terdapat di sebuah lembaga pendidikan guru yang mengajar tidak sesuai dengan kelayakannya. Melihat kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa kelayakan dan profesionalisme seorang guru dirasakan masih perlu ditingkatkan. Jika hal ini terus-menerus dibiarkan tanpa perhatian khusus, sudah barang tentu produk yang dihasilkan merupakan produk yang dihasilkan merupakan produk yang tidak kompetitif. Bahkan bisa saja anak didik hanya merupakan produk asal jadi.
Masalah kelayakan ini pada akhirnya akan berkaitan dengan proses pembelajaran. Bagaimana mungkin seorang guru yang tidak mempunyai kelayakan bisa merancang pembelajaran dengnan baik dan tepat guna sehingga mampu menghasilkan produk aatu output yang kompetitif. Berbeda dengnan seorang guru yang mempunyai latar belakang yang sesuai dengan kebutuhan, dipastikan mampu menghasilkan sebuah rancangnan pembelajaran yang baik. Rancangan pembelajaran yang baik memungkinkan terwujudnya proses pembelajaran yang baik pula. Beragam metode dan model pembelajaran akan bermunculan dari para guru yang inovatif dengan kelayakannya.
Masalah klasik yang selalu timbul adalah adanya anggapan bahwa rancangan pembelajaran itu hanya bersifat formalitas untuk kepentingan administratif. Hal ini sudah sepantasnya dihilangkan. Membuat rancangan pembelajaran benar-benar untuk dilaksanakan, bukan sekedar keperluan administrasi. Bagaimana pun bekerja dengan sebuah perencanaan akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dibandingkan dengan bekerja tanpa perencanaan.

Pergeseran dan Pergantian Kurikulum
Secara umum pergeseran dan pergantian kurikulum membawa dampak yangtidak dapat dikatakan dikatkan sederhana. Banyak hal akan akan mengalami perubahan bahkan sebuah pergantian. Salah satu hal yang harus berubah adalah pola pikir guru. Guru harus siap menerima dan mengikuti perubahan. Kurikulum 1994 yang mengharuskan guru menggunakan pola pikir tertentu harus digeser dan diubah menjadi kurikulum 2004 yang cenderung membebaskan pola pikir guru. Tetapi perubahan ini tampaknya belum bisa secara utuh diterima oleh sebagian praktisi pendidikan di Taman Kanak-Kanak dengan menngajukan berbagai macam alasan.
Tidak mudah mengubah pengaruh kurikulum 1994 yang sudah mengakar dan mendarah daging selama sepuluh tahun. Sulit mengubah pola pikir behaviorisme menjadi pola pikir konstruktivisme. Sulitnya perubahan pola pikir ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah faktor internal dari guru di samping faktor eksternal. Faktor internal yang mudah sekali dideteksi adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1) Rasa enggan untuk mempelajari sesuatu yang baru karena faktor waktu, kemampuan , usia, dan lain-lain.
2) rasa percaya diri yang terlalu berlebihan tentang kemampuan dan pengalaman mengajar membuat guru enggan melepaskan pola opikir lama yang selama ini ditekuninya.
3) Adanya anggapan dari sebagian guru bahwa kurikulum lama dengan pola pikir lama telah terbukti mampu menghasilkan produk/output yang baik, mengapa harus mengubahnya dengan pola pikir baru yang belum terbukti dan teruji keberadaannya.
Sementara itu faktor eksternal juga menjadi kendala utama dalam hal ini. Di antaranya adalah tidak adanya imbangan yang berhubungan kesejahteraan dan finansial yang akan diperoleh guru dan terbatasnya fasilitas yang tersedia. Tentu saja untuk memperoleh hasil terbaik, solusi berdasarkan masalah di atas harus segera ditemukan.



KEPUSTAKAAN
Ibrahim, dkk. 2000. Media Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri Malang.
Rahadi, Aristo. 2003. Media Pembelajaran. Surabaya: Proyek Peningkatan Mutu Guru Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Como Baixar