Rabu, 05 Mei 2010

UNAS BUKAN TUJUAN AKHIR

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini dapat dikatakan senantiasa berpacu dengan waktu untuk mengejar ketertinggalan dengan negara tetangga. Ketertinggalan perkembangan dunia pendidikan kita tampaknya memicu sikap yang kadang dapat dikatakan hiperbola. Kondisi ini sebenarnya merupakan efek dari latar sosial budaya di negara kita yang kadang menjadikan kita sebagai orang yang cenderung apatis dan pasif. Kondisi ini masih terus merebak sampai pada generasi bangsa yang kini masih sedang duduk di pendidikan tingkat atas dan pendidikan tinggi. Banyak pelajar setingkat SMA yang hanya sekedar memenuhi kewajiban untuk datang ke sekolah tanpa disertai rasa tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas diri. Demikian pula di tingkat pendidikan tinggi banyak mahasiswa yang lebih merasa menjadi mahasiswa jika sudah terlibat dalam kegiatan-kegiatan demontrasi turun ke jalan dengan orasi-orasi keras mereka.
Menyikapi kondisi yang demikian ini banyak lembaga pendidikan yang mengambil langkah penyelamatan dengan versi yang kadang justru menimbulkan pro dan kontra yang berkepanjangan dan tidak berujung pada sebuah solusi. Langkah-langkah dalam bentuk apapun pada dasarnya merupakan bentuk kepedulian terhadap keberhasilan generasi penerus bangsa ini. Sementara itu pro dan kontra justru menimbulkan permasalahan baru yang sangat tidak menguntungkan bagi pembinaan pengembangan kualitas generasi penerus. Budaya pro dan kontra yang terwarisi dari pendahulu semakin semarak dan tumbuh subur seiring dengan berlangsungnya orde reformasi yang seakan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Disadari atau tidak kondisi tersebut menjadi sebuah bentuk contoh terapan yang sangat melekat pada diri generasi bangsa.
Tidak jauh dari masalah tersebut, sebagai sebuah contoh yang senantiasa menjadi bahan perdebatan sepanjang tahun adalah masalah penyelenggaraan ujian nasional. Pro dan kontra adanya ujian nasional menjadi sebuah polemik yang cukup menarik untuk disimak. Pergantian kebijakan yang dilandasi niat untuk memperbaiki keadaan justru menjadi sesuatu yang menghambat perkembangan tersebut. Sebagian pihak merasa ujian nasional adalah sesuatu yang berseberangan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan, sebagian pihak masih beranggapan bahwa ujian nasional sangat perlu sabagai standar uuran kompetensi siswa baik tingkat sekolah, regional, maupun nasional. Dan sebagaimana kita ketahui pada akhirnya pemerintah memutuskan bahwa ujian nasional dipandang masih sangat perlu dilaksanakan.
Keputusan pemerintah tersebut kembali menjadikan banyak lembaga pendidikan, ribuan pendidik, dan ratusan bahkan jutaan siswa panik dan ketakutan karena ancaman ketidak berhasilan alias tidak lulus ujian nasional. Kepanikan dan ketakutan membuahkan kecerdasan untuk melakukan antisipasi baik yang bersifat positif maupun negatif. Bahkan tidak jarang terjadi kecurangan dilakukan untuk mendapatkan sebuah kata yang sangat disakralkan yaitu “LULUS”. Padahal lulus dalam ujian nasional bukan satu-satunya tujuan akhir dari sebuah proses pembelajaran yang sangat panjang. Bagi siswa SMA/SMK lulus ujian nasional bukan berarti selesai. Masih banyak proses yang harus dilalui untuk meraih keberhasilan. Tes masuk perguruan tinggi atau bekerja.
Kadang tidak terpikir bahwa satu kali saja hal negatif kita lakukan, maka akan berdampak negatif pada apapun yang akan kita lakukan pada masa mendatang. Jadi kerugian besar sebenarnya akan menghadang jika kita melakukan kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional. Berhasil dalam menempuh ujian nasional jelas bukan merupakan tujuan akhir yang harus didewakan. Lantas mengapa kita harus melakukan berbagai macam hal yang jelas akan merugikan diri sendiri?
Tetapi satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa semua hal yang terjadi di hadapan kita tidak bisa dilepaskan dari adanya sistem yang mengikat keseimbangan alam. Hukum sebab akibat akan terus mendesak kita. Mengapa setiap sekolah harus mampu meluluskan siswanya dengan target seratus persen dalam ujian nasional? Mengapa semua siswa harus berhasil dalam menempuh ujian nasional? Mengapa ada tuntutan semacam itu? Padahal seperti yang terjadi pada waktu-waktu sebelumnya, ketika seseorang dituntut untuk mampu melaksanakan sesuatu dengan target tertentu maka ia akan mampu pula melakukan berbagai manipulasi. Nah betapa mengerikan jika semua tuntutan pada akhirnya harus berbuah manipulasi untuk memenuhinya (AH).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Como Baixar