Jumat, 10 Agustus 2012

Uji Kompetensi Guru

Ujian Kompetensi Guru merupakan bentuk pembinaan terhadap guru yang sudah berstatus guru bersertifikat pendidik yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Secara eksplisit dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah diamanatkan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru agar memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang diaktualisasikan untuk menjalankan profesi mendidik. Meningkatnya kualitas kompetensi guru yang meliputi kompetensi profesional, pedagogi, kepribadian, dan sosial merupakan titik awal dari usaha memperkuat generasi penerus bangsa.


Agar pembinaan profesi ini berjalan secara efektif dan efisien maka diperlukan pemetaan kompetensi secara menyeluruh yang bisa menggambarkan kondisi objektif kompetensi, materi serta strategi pembinaan yang dibutuhkan oleh guru. Dengan demikian, Uji Kompetensi Guru (UKG) dilakukan untuk pemetaan kompetensi, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan(PKB) dan sebagai entry point Penilaian Kinerja Guru (PKG). Berdasarkan hal tersebut maka bisa diasumsikan bahwa penyelenggaraan Uji Kompetensi Guru ini bukan untuk memutus/menghentikan pencairan tunjangan sertifikasi guru.

Berbicara perlu atau tidak perlu diadakannya Uji Kompetensi Guru, kita perlu menilik sudut pandangnya. Dari sudut pandang apa kita melihatnya. Menurut saya uji kompetensi ini tidak salah jika memang bisa dilaksanakan dengan baik. Dalam arti segala macam hal yang berkaitan dengan persiapan, pelaksanaan, sampai dengan pengambilan vonis atau simpulan harus bisa dilaksanakan dengan sangat baik dan tertata. Pelaksanaan Uji Kompetensi Guru dapat dipastikan membawa berbagai macam dampak baik positif maupun negatif. Jika kita senantiasa mengedepankan bagaimana meningkatkan kualitas diri untuk menunjang tugas-tugas pokok sebagai guru, dapat dipastikan tidak ada masalah sedikit pun dalam pelaksanaannya. Tentu saja dalam arti pelaksanaan secara teknis juga harus sudah siap dan tertata. Tetapi dalam kenyataannya kita bisa mengetahui dari berbagai media massa betapa heboh berita yang menyangkut uji kompetensi guru. Banyak sekali permasalahan teknis yang menjadi kendala pelaksanaan, belum lagi tingkat reliabilitas, validitas, dan kesahihan soal uji kompetensi. Pendapat umum yang beredar di masyarakat pada akhirnya adalah adanya kesan bahwa Uji Kompetensi Guru terkesan tergesa-gesa atau sebuah proyek dadakan.

Dari sisi lain, jika memang harus mengadakan pemetaan kompetensi guru, apakah bisa dijamin hasil akhirnya mampu menggambarkan kemampuan sebenarnya dari para guru? Mengukur kemampuan seseorang tentu saja harus sesuai dengan apa yang menjadi kompetensi umum dan spefisiknya. Demikian pula dengan mengukur tingkat kompetensi guru meliputi kompetensi profesional, pedagogi, kepribadian, dan sosial tentu saja harus dengan alat ukur yang benar-benar mampu memberikan data valid eksistensi kompetesi guru. Bisakah kompetensi guru diukur hanya dengan test kognisi? Bagaimana kemampuan guru di lapangan yang sebenarnya? Tidakkah faktor keberuntungan dalam menjawab soal juga sangat berpengaruh?

Sebagai sebuah ilustrasi, di sekolah X terdapat seorang guru yang mempunyai loyalitas dan dedikasi kerja yang sangat bagus. Tingkat kompetensi dan kematangan keilmuannya bisa diwujudkan dalam lulusan siswa yang bagus. Hasil karya tulis dan aktivitas pembinaan terhadap siswa tidak diragukan, bahkan juga sedang atau telah menempuh pendidikan di tingkat pascasarjana yang linier di bidangnya. Ketika mengikuti uji kompetensi ternyata guru mendapat skor/nilai yang kurang memuaskan bahkan tidak memenuhi target kelulusan. Sementara itu guru Y adalah guru dengan tipe yang sangat jauh bertolak belakang dengan guru X, justru mendapat nilai/skor yang melebihi target pencapain. Walaupun bidang studi yang diampu kedua orang guru ini berbeda tetapi bisa dipastikan guru X akan mengalami depresi/pukulan psikis yang parah. Guru X bisa saja merasa tertekan dan malu terhadap semua orang dan bisa saja berpengaruh terhadap kondisi psikisnya di hadapan para siswa. Nah apakah hal ini tidak mendapat perhatian lebih dari pemegang kebijakan. Jadi walaupun uji kompetensi ini tidak untuk memutus tunjangan kesejahteraan ada baiknya juga ditinjau dari sisi pelaksanaannya. Kenapa tidak membentuk tim yang benar-benar bisa dihandalkan saja langsung turun lapangan untuk meninjau langsung bagaimana kinerja dan kompetensi guru-guru Indonesia?

Jika disimpulkan maka uji kompetensi guru tetap sangat diperlukan tetapi bentuknya yang harus dicarikan format yang lebih mapan bukan hanya mementingkan masalah gengsi dan kemajuan teknologi melalui UKG online yang pada kenyataannya justru banyak sekali menemui kendala. Jika anggaran yang diperlukan untuk uji kompetensi secara online bisa dikomparasikan dengan pembentukan tim ahli yang langsung turun ke lapangan tidak terlalu berbeda jauh, mengapa tidak membentuk tim supervisi saja? Pemborosan anggaran dan beban psikis guru harus mendapat perhatian agar tidak menimbulkan efek negatif dari segala sisi. Pada kenyataannya di lapangan pembayaran tunjangan kesejahteraan guru di masing-masing daerah pun sangat bervariasi sesuai dengan kebijakan daerah. Bahkan bisa terjadi tunjangan yang seharusnya dibayarkan 12 bulan dalam setahun hanya dibayarkan beberapa bulan saja. Sementara itu tuntutan profesi dan beban moral guru sudah demikian besarnya belum lagi klaim dari unsur lain bahwa tidak layak guru mendapat TPP karena beban kerjanya lebih ringan dibandingkan pegawai dari dinas lain. Tetapi memang guru harus bersyukur dengan terus meningkatkan kualitas diri dan kualitas kinerjanya.

Persiapan? Pendeknya waktu pemberitahuan pelaksanaan uji kompetensi menjadikan tidak mungkin melakukan persiapan secara matang. Luasnya materi yang disajikan melalui kisi-kisi soal tidak mungkin bisa dikuasai secara total dan sempurna kecuali guru yang bersangkutan mempunyai tingkat intelegensi yang sangat tinggi (genius). Untuk persiapan mengikuti uji kompetensi Bahasa Indonesia, memang saya berusaha membaca buku-buku ajar Bahasa Indonesia, pembelajaran inovatif, dan membedah kisi-kisi soal. Tetapi yang bisa dilakukan dengan kisi-kisi hanya mencari gambaran karena luasnya materi. Selanjutnya saya menyerahkan kepada kebesaran Tuhan untuk apapun yang akan saya dapatkan dan berapa pun skor/nilai yang saya dapatkan. Sebagai gambaran lain, bagaimana guru bidang studi Biologi di SMA harus mempersiapakan diri mengikuti uji kompetensi guru IPA terpadu yang secara otomatis harus mempelajari Fisika dan Kimia, di samping Biologi yang diampunya? Satu lagi pelaksanaan yang bertahap ini sangat memungkinkan peserta pada tahap terakhir akan mendapatkan nilai yang lebih tinggi karena sudah mendapat informasi dari teman lain.

Tentu saja pada akhirnya saya berharap hasil pemetaan kompetensi melalui UKG ini terlepas dari valid tidak valid data yang didapatkan harus dapat dijadikan sebuah referensi untuk pembinaan kualitas guru di Indonesia. Pemberian penghargaan dan pembinaan kepada guru harus benar-benar dilakukan bukan sekedar sebuah ajang percobaan belaka. Selama ini guru terkesan senantiasa menjadi kelinci percobaan. Perubahan-perubahan peraturan tentang penyelenggaran sertifikasi guru yang terus berlanjut menjadikan tekanan yang kadang berlebihan bagi guru. Secara pribadi saya berharap agar upayapeningkatan kualitas guru ini juga benar-benar diimbangi dengan niatan memberikan kesejahteraan yang memadai tanpa disertai dengan ‘embel-embel’ apapun yang justru memperuruk keadaan.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Como Baixar