Dalam banyak hal semua orang memiliki kecenderungan untuk mencari
titik aman dan kenyamanan. Titik aman dan kenyamanan inilah yang senantiasa
menjadikan kita terninabobokan dalam kesesatan dan asumsi yang salah. Hal
seperti ini dalam kehidupan sehari-hari dapat dikatakan merupakan fenomena yang
sangat wajar. Justru ketika kita bicarakan dengan serius, kita mendapat sorotan
yang tajam bahkan caci maki dari sebagian besar orang. Dianggapnya kita sebagai
orang yang sok filosofis, sok suci, dan segudang ungkapan lain yang sangat
tidak membuat rasa nyaman.
Dalam percaturan politik dan bisnis di negara ini sering kita
melihat atau mendengar berbagai peristiwa yang cukup carut marut. Kondisi
berbangsa dan bernegara yang serba tidak menentu ini memicu bayak sekali
peritiwa yang kadang benar-benar tidak pernah kita harapkan. Pergeseran dunia
politik yang penuh dengan kebebasan menstimulus lahirnya keberanian luar biasa
bagi sebagian masyarakat untuk menganggap dirinya memiliki kemampuan menerjuni
sebuah bentuk bisnis baru yang menarik misalnya menjadi seorang calon
legislatif. Sementara itu sebagian dari kita yang lain justru menganggap hal
itu adalah sebuah bentuk pembohongan publik yang sudah menjadi standar budaya
di masyarakat kita. Dengan berbagai
macam cara seorang yang sudah mendapatkan satu kedudukan terpandang dan
menyenangkan karena berlimpah dengan harta.
Praktik ”money politic” dengan berbagai macam modelnya pada
akhirnya sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat kita. Dengan
kondisi ini banyak orang berusaha mempertahankan rasa nyamannya karena
kedudukan atau semacamnya yang sudah mereka genggam beberapa saat sebelumnya.
Berbagai macam cara harus dipergunakan baik secara legal maupun ilegal yang
berlabel sesuatu yang legal. Lebih parah lagi jika pada akhirnya semua lini
kehidupan di negara ini sudah menyatu dengan berbagai macam manipulasi
kepentingan ini.
Tampaknya hal seperti terurai di atas juga berdampak pada kehidupan akademik di sekolah.
Banyak siswa yang telah merasa nyaman dalam kelas yang terbentuk secara tetap
sampai dengan akhir tahun pembelajaran di kelas XII. Rasa nyaman ini bisa
terjadi karena beberapa alasan, di antaranya adalah bahwa dalam kelas tersebut
banyak teman yang bisa dijadikan master dalam memberikan kunci jawaban. Di
kelas tersebut terdapat teman yang bisa diandalkan untuk memberikan master
jawaban tugas-tugas mata pelajaran yang diberikan oleh guru. Kondisi ini memicu
rendahnya kualitas pencapaian hasil belajar. Kecenderungan untuk pasif dan
malas terbentuk karena para siswa sudah merasa pada tempat kedudukan yang
nyaman. Jika alasan ini benar-benar merupakan sebuah realita maka dapat
dipastikan kualitas belajar siswa sangat rendah.
Dalam kondisi seperti ini yang perlu mendapat perhatian utama dari
pengambil kebijakan bidang kurikulum dan peningkatan sumber daya adalah
pemberian pemahaman akan pentingnya perubahan pola pikir. Pola pikir lama yang
menjadikan sebagian besar peserta didik merasa nyaman dengan kedudukannya
karena tidak perlu harus bekerja keras bisa mendapatkan perolehan nilai yang
baik. Perubahan-perubahan yang akan dilakukan dipastikan akan mendapat reaksi
keras dari peserta didik. Hal ini merupakan bentuk risiko yang memang akan kita
hadapi ada saat melakukan suatu perubahan.
Segala bentuk perubahan tersebut harus terus-terus menerus disosialisasikan.
Sosialisasi kepada peserta didik mutlak dilakukan untuk mengurangi risiko
penolakan yang sangat kuat. Proses perubahan pola pikir ini memerlukan waktu
panjang yang tidak berbatas. Oleh karena itu perubahan tidak boleh dihentikan,
apapun risikonya. Walaupun tertatih-tatih perubahan harus terus dilakukan.
Rendahnya kualitas peserta didik yang disebabkan oleh pola pikir
lama ini harus segera mendapatkan perhatian dan pemikiran yang serius. Di sisi
lain daya saing dan kemauan untuk berkembang biasanya terbentuk dari tingginya
kualitas/SDM dari komunitas yang ada. Dengan dibentuk kelas unggul diharapkan
daya saing antarsiswa akan semakin kuat, hal ini akan berdampak pada pencapaian
kemampuan siswa secara maksimal.
Perolehan nilai tertinggi dalam setiap Ulangan Akhir Semester,
Ulangan Kenaikan Kelas, dan Ujian Nasional pada tingkat kabupaten dan provinsi
merupakan salah satu bentuk target pencapaian bidang akademik masing-masing
sekolah.
Pembentukan kelas unggul di antara kelas reguler merupakan salah
satu cara secara teknis untuk meraih keberhasilan pencapaian nilai-nilai
tertinggi baik secara kelompok maupun secara individual.
Kelas unggul bukan merupakan kelas eksklusif yang harus dilayani
secara khusus dan istimewa. Siswa dalam kelas unggul dilayani sebagaimana kelas
reguler. Daya saing dan kompetensi individu mereka yang menjadikan titik
penentu keberhasilan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan
kelas unggul ini adalah sebagaimana tersebut di bawah ini.
a.
Masing-masing
program peminatan atau program studi yang lebih dari satu kelas paralel
dibentuk satu kelas unggul. Kelas unggul tersebut diharapkan mampu merepresentasikan
siswa yang dipersiapkan dalam Olimpiade Sains Nasional.
b.
Kuota
tempat duduk dalam kelas unggul maksimal 25 orang siswa.
c.
Kedudukan
siswa dalam kelas unggul ini bisa bergeser dalam setiap semester berdasarkan
rerata minimal yang telah ditetapkan sekolah yaitu 85 untuk seluruh mata
pelajaran.
d.
KKM
untuk mata pelajaran jurusan atau peminatan ditetapkan 85.
e.
Peserta
didik tidak diperkenankan tertinggal atau tidak tuntas pada semua mata
pelajaran yang harus diikuti baik mata pelajaran jurusan/peminatan maupun mata
pelajaran umum.
f.
Siswa
dalam kelas reguler jika pada akhir setiap semester mampu memenuhi persyaratan
kelas unggul dan setelah dilakukan pemeringkatan ternyata bisa masuk pada kuota
yang telah ditetapkan, siswa yang bersangkutan bisa menempati kelas unggul.
g.
Dengan
demikian kedudukan kelas lain setiap semester bisa berubah sesuai dengan tata
urutan pemeringkatan yang telah dilakukan.
Penempatan Kelas Unggul SMA Negeri 1 Turen tahun pelajaran
2013/2014
a.
Kelas
X MIPA : Kelas X MIPA 4
b.
Kelas
X IIS : Kelas X IIS 2
c.
Kelas
XI IPA : Kelas
XI IPA 4
d.
Kelas
XI IPS : Kelas
XIIPS 3
e.
Kelas
XII IPA : Kelas XII IPA 1
f.
Kelas
XII IPS : Kelas XIIIPS 2
Sedangkan
untuk program studi BHS dan peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan Budaya tidak
dibentuk kelas unggul karena program studi/peminatan ini
hanya terdiri atas satu rombongan belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar